![]() |
Seorang mahasiswa saat ditangkap oleh aparat Kepolisian di depan gedung DPRD Kota Ternate pada Senin (01/9/2025). Foto: Susi H. Bangsa/LPM Aspirasi. |
LPM Aspirasi --Demonstrasi tolak tunjangan DPR dan kekerasan aparat pada Senin (1/9/2025) di depan Kantor DPRD Kota Ternate dibubarkan aparat kepolisian. Sejumlah massa aksi ditangkap, mengalami kekerasan, hingga luka-luka.
Pantauan LPM Aspirasi, massa mahasiswa Universitas Khairun (Unkhair) dan Universitas Nahdlatul Ulama Maluku Utara (Unutara) mulai berdatangan ke kantor DPRD pada 10.00 WIT.
Awalnya, aksi berjalan kondusif, namun situasi memanas ketika massa mencoba membakar ban. Polisi yang mencoba memadamkan api terlibat saling dorong dengan massa aksi. Aksi saling lempar tak terbendung, polisi kemudian menembakan gas air mata dan water cannon untuk membubabarkan massa.
Sebanyak 14 massa aksi mengalami kekerasan dan ditangkap, sementara 26 orang alami luka-luka dan dilarikan ke Rumah Sakit Tentara.
M. Fatahudin Hadi, Ketua Badan Eksekusi Mahasiswa (BEM) Unkhair, ada sekira belasan massa aksi yang ditangkap oleh pihak kepolisian pada sore ini. Salah seorang massa aksi menjadi korban, mengalami patah tulang dan dilarikan ke Rumah Sakit.
"Kita akan tindak tegas soal represifitas aparat pada sore hari ini,” tegas Fatahuddin.
![]() |
Massa aksi saat membawa keranda sebagai bentuk peotes terhadap DPR di depan gedung DPRD Kota Ternate pada Senin, (01/9/2025). Foto: Susi H. Bangsa/LPM Aspirasi |
Risman Taha, Presiden Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Maluku Utara (UNUTARA) mengatakan, penangkapan Massa aksi dari pihak kepolisian tidak dapat dibenarkan, karena telah diatur dalam Undang - Undang tentang hak menyampaikan pendapat.
"Pertama, harus dibebaskan karena tidak dibenarkan sebab kemarahan massa aksi dipicu oleh aparat yang mulai anarkis kepada massa aksi", tuturnya.
Info terkini, kata dia sekitar 14 massa aksi tertangkap dan masih ditahan di Polres Ternate, dua diantaranya merupakan siswa SMP dan SMA.
"Dan juga, kita diatur dalam Undang - Undang tentang hak menyampaikan pendapat, maka kritik tidak harus dianggap makar", tambahnya.
Risman juga mengkritisi tindakan aparat dalam menghalangi massa aksi menyampaikan aspirasi. Tindakan yang diambil pihak kepolisian tersebut dengan alasan demi menjaga ketertiban dan keamanan.
“Ini melanggar hak asasi sebab hak asasi itu bukan hanya tentang menyampaikan aspirasi, tapi juga aspirasi itu harus didengar, maka dalil keamanan yang dilakukan oleh aparat kepolisian itu sebenarnya menutup ruang hak asasi, maka dalil keamanan dan ketertiban itu tidak bisa dibenarkan,” tandasnya.
Menurut Risman, Pembubaran paksa dilakukan sekitar pukul 18.00 WIT oleh pihak kepolisian. Massa aksi telah memberikan saran dan masukan, namun tidak digubris.
“Berbagai macam masukan yg kami tawarkan agar masa aksi bisa bertemu dengan DPRD Kota Ternate, sayangnya pihak Kepolisian tidak mengindahkan saran dan masukan massa aksi, maka sikap saya sebagai Presma Unutara bahwa kepolisian telah kehilangan citra sebagai pengayom masyarakat,” tutup dia.
Reporter: M. Reza Abd Alim
Editor: Susi H. Bangsa