Nelayan Obi Terhimpit, Demo Desak Pemda Malut Tertibkan Pajeko Ilegal

 

Sejumlah massa aksi Aliansi Anak Nelayan Obi di depan kantor Gubernur Maluku Utara, Kota Sofifi. Pada Kamis (2/6/2022) Foto: Darman Lasaidi/LPM Aspirasi

LPM Aspirasi -- Sejumlah massa menggelar aksi di depan kantor Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP), DPRD, dan Kantor Gubernur Provinsi Maluku Utara (Malut), Kota Sofifi, pada Kamis (2/6/2022). Gabungan organisasi mahasiswa dan nelayan ini tergabung dalam Aliansi Anak Nelayan Obi. Mereka menyuarakan berbagai persoalan nelayan di Halmahera Selatan dengan membentangkan spanduk bertajuk "Pemerintah Provinsi Maluku Utara Gagal Sejahterakan Nelayan Halmahera Selatan".

Aksi yang dimulai sekira pukul 09.00 WIT ini, menyusul kasus ilegal fishing yang dilakukan pajeko (Purse seine: Motor penangkap ikan) dan permasalahan pemasangan rumpon tanpa izin yang beroperasi di perairan Selat Obi.

Sulton Umar, koordinator aksi mengatakan kebijakan pemerintah kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) tidak menyentuh kepentingan nelayan, padahal salah satu pendapat asli daerah terbesar dari hasil nelayan. Hal itu menandakan pemerintah gagal mensejahterakan nelayan, khususnya di wilayah Halsel.

Apalagi, kata dia, kehadiran pajeko dan rumpon dua tahun terakhir di perairan Obi sangat meresahkan nelayan kecil. Ikan sasaran tangkap nelayan kecil sudah dijaring habis oleh pajeko sehingga pendapatan nelayan makin menurun.

"Bahkan, kadang tidak mendapatkan ikan saat melaut, akibatnya nelayan tidak punya pemasukan sehingga banyak terlilit hutang dan makin memiskinkan mereka. Selain itu, sebagian besar nelayan terpaksa harus melaut hingga perairan Taliabu, perairan Papua dan sekitarnya, hal ini sangat beresiko terhadap keselamatan nelayan,” ungkapnya.

Tak cuman persoalan pajeko yang mendesak bagi nelayan, Sulton bilang, persoalan rumpon di selat Obi melanggar ketentuan hukum. Pasalnya, dalam peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan No. 18 tahun 2021 pasal 16 poin a) menegaskan kalau jarak antar rompong harus berjarak 10 mil laut. Sementara pada poin f) menegaskan pemasangan rompon tidak ditempatkan pada alur pelayaran.

"Kondisi di lapangan, pemasangan rumpon di perairan Selat Obi tidak sampai 10 mil laut, bahkan keterangan nelayan hanya dua sampai tiga mil laut saja dan mengganggu pelayaran karena dipasang zig-zag," kata Sulton.

Audience Aliansi Anak Nelayan Obi dan DKP Provinsi Malut, di Aula Kantor DKP Provinsi. Kamis, (2/6/2022) Foto: Darman Lasaidi/ LPM Aspirasi.


Ia juga menambahkan, pemasangan rumpon di wilayah perairan selat Obi banyak yang tidak memiliki papan tanda pengenal [papan izin], padahal permen tersebut, dalam pasal 19 mengatur tiap rompon yang dipasang harus mencantumkan nama pemilik, nomor Surat Izin Pemasangan Rumpon (SIPR) dan titik koordinator rumpon.

Nota Kesepahaman Aliansi Anak Nelayan Obi dan DKP Provinsi Malut

Sementara Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Malut, Sugiharsono saat menemui massa aksi mengatakan, setelah ada aksi di kabupaten Halmahera Selatan, sebenarnya DKP Provinsi langsung membangun koordinasi dengan dinas kabupaten untuk memastikan permasalahan yang terjadi di Halmahera Selatan.

“Hasilnya, kami akan melakukan kunjungan ke Obi dalam waktu dekat, sementara masih berkordinasi untuk mendapatkan operasional ke Halsel antara tanggal 14-20 Juni 2022 ini bersama tim pengawasan. Ada dari pol air, ada juga dari dinas dan stackeholder setempat,” tandasnya terkait upaya penertiban rumpon dan nelayan.

DKP sendiri, kata Sugiharsono sudah mendapatkan data terkait rumpon. Sehingga laporan masyarakat akan segera ditindak lanjuti. Mereka  akan melakukan penertiban di lapangan. Saat ini, pihak pemerintah provinsi sedang  menyediakan operasional, sarana dan armadanya.

Nota Kesepahaman antara Aliansi Anak Nelayan Obi dan DKP Provinsi Malut. Kamis, (2/6/2022) Foto: Darman Lasaidi/LPM Aspirasi


Hasil audience antara Aliansi Anak Nelayan Obi dan DKP Provinsi Malut melahirkan nota kesepahaman. Terdapat dua poin yang akan dilaksanakan DKP Provinsi:

1. Dinas kelautan dan perikanan Provinsi Maluku Utara akan melakukan penertiban rumpon dan IUU Fishing di wilayah perairan Halmahera Selatan pada tanggal 14 - 20 juni 2022 bersama nelayan dan Stackeholder terkait.

2. Dinas kelautan dan perikanan Provinsi Maluku Utara akan memberikan pertimbangan teknis terkait pemberhentian sementara aktifitas penangkapan nelayan pajeko di perairan Obi kepada DPM PTSP pertanggal dua sampai lima Juni 2022.

Nota kesepahaman itu ditandatangani oleh Sugiharsono, Kabid Perikanan Tangkap yang mewakili Kepala Dinas ( Kadis) Provinsi Malut,  Hamka Laiba, sebagai Perwakilan Nelayan Obi, dan Sulton Umar, Koordinator Aliansi Anak Nelayan Obi.

Surat Edaran DPMPTSP

Tak habis sampai itu, saat menggelar audience dengan pemerintah Provinsi Maluku Utara di kantor Gubernur, Bambang Hermawan, Kepala Dinas (Kadis) Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) mengungkapkan, dia telah menanyakan ke tim teknik DKP provinsi terkait apakah ada izin rumpon yang berlaku. Hal itu karena sejak duduk di DPMPTSP, ia tidak pernah mengeluarkan izin penempatan rumpon. Alasannya, karena aturan baru telah digabungkan antara kepemilikan kapal dan rumpon yang harus sepaket.

"Jadi pengusaha rumpon kalau mau memasang rumpon harus memiliki kapal dan izin dari DPMPTSP, sehingga sejak tahun 2018 tidak ada izin yang dikeluarkan untuk pemasangan rumpon. Kalau ada rumpon-rumpon yang jaraknya sekadar satu mil, dua mil padahal ketentuannya diatas 10 mil dengan batasan 12 mil, itu ilegal,” katanya.

Bambang telah mengantongi data dari tim teknis DKP. Dari situ, mereka akan melakukan operasi untuk pengawasan walaupun sulit untuk dilakukan karena pendanaannya terbatas untuk melakukan pengawasan terhadap ilegal fishing maupun penyalahgunaan pemasangan rumpon. 

“Tahun 2022 ini kami sudah ada anggaran pengawasan, khususnya pengawasan izin yang diterbitkan. Jadi untuk rumpon saya janji akan melakukan pengawasan langsung bersama dengan DKP,” ujar Kadis.

Terkait izin penangkapan ikan, baik izin penampungan penangkapan ikan (SIPPI), maupun surat izin penangkapan ikan (SIPI) Yang diberikan oleh pemerintah Provinsi rata-rata satu sampai 10 GT saja. Tidak ada yang diatas 10 GT. Hal ini karena kebanyakan kapal nelayan lokal hanya kapal-kapal yang kecil.

“Hanya kapal penangkap tuna satu sampai lima GT, memang tidak dikeluarkan izin hanya tanda daftar kapal (TDK) sehingga yang perlu kita lakukan adalah pengawasan terhadap penangkapannya,” tuturnya. 

Poster tuntutan Aliansi Anak Nelayan Obi saat demo di depan Kantor Gubernur Maluku Utara, Kota Sofifi. Kamis, (2/6/2022) Foto: Darman Lasaidi/LPM Aspirasi.


Aksi demostran kali ini juga mendesak agar Gubernur Provinsi Malut segera mencabut SK Gubernur nomor: 502/DPMPTSP/VII/2019 tentang pemanfaat ruang laut Pulau Obi sebagai tempat pembuangan limbah tailing. Hal itu dilakukan karena pembuangan tailing ke laut dalam akan berdampak bagi nelayan.

Namun izin lokasi SK Gubernur yang sudah dikeluarkan tentang lokasi Deep Sea Tailing Placement (pembuangan limbah tailing di dasar laut) yang terbit 2019, hanya memiliki masa berlaku selama dua tahun. Sehingga jika tidak dilakukan proses untuk eksekusi dengan pembangunannya maka izin tersebut berhenti dengan sendirinya.

“Kemarin kami sudah membahasnya dengan DPRD Provinsi Maluku Utara, dan sudah dilakukan kunjungan ke PT Harita Group, dan PT Harita sudah membatalkan dengan sendirinya, makanya sejak juni 2021, maka izin lokasi itu expayer,” terang Bambang.

Bambang  bilang, kalau pembuangan limbah beroperasi maka itu dikenakan pidana lingkungan. Tujuannya untuk menjamin kalau dari pengawasan yang sudah dilakukan oleh DLH  samapai dengan sekarang tidak ada pembuangan limbah ke laut.

“Telah ditolak pengajuan proposal untuk pembuangan limbahnya, jadi SK Gubernur itu sudah tidak berlaku.”

Untuk merealisaikan ini, DPM PTSP akan membuat surat edaran kepada DKP Provinsi Maluku Utara dan tembuskan ke pihak keamanan terkait tidak ada izin rumpon yang terbit sehingga keseluruhan rumpon yang ada itu adalah ilegal.

“Artinya baik rumpon yang ditanam oleh dinas maupun rumpon yang ditanam oleh masyarakat keseluruhannya harus mempunyai izin pemasangan rumpon (SIPR), hal itu menjadi dasar kami untuk membuat surat edaran bahwa tidak ada SIPR yang beredar, sehingga dianggap keseluruhan dari pemasangan rumpon itu ilegal,” kata Bambang.

Suara Nelayan Obi

Hamka La isa (51), perwakilan nelayan Obi bilang, sebelum dua tahun terakhir ini masih melaut dengan aman-aman saja, tidak ada permasalahan dengan pajeko, karena pajeko juga tertib dengan peraturan. Akan tetapi dua tahun terakhir, ada operasi dari pajeko berskala besar, sehingga dua tahun terakhir nelayan di daerah Obi menderita.

Merasa dirugikan, Hamka bersama nelayan Obi dan Mandioli melakukan demonstrasi di Kabupaten Halmahera Selatan pada (17/5/2022) di Kantor Dinas Perikanan & Kelautan dan Kantor DPRD Kabupaten Halmahera Selatan. Namun Pemerintah Kabupaten Halmaheraa Selatan (Pemkab Halsel), berdalih tidak punya wewenang, dan melimpahkannya ke Pemerintah Provinsi.

Hamka La Isa, Perwakilan nelayan Obi, saat berorasi di depan kantor DKP Provinsi Malut. Kamis (2/6/2022) Foto: Darman Lasaidi/ LPM Aspirasi.


Bersama enam nelayan lainya, yakni Sarno La Jiwa (39), Alfi La Udu (43), Ade Ai (28), Anto (39), dan Muhammad (43) memutuskan berangkat ke Sofifi, Ibu Kota Provinsi Maluku Utara, dengan anggaran dari patungan nelayan Obi. Tujuannya  menanyakan solusi dari permasalahan ini. Namun jika tidak ada hasil apapun, atau dinas provinsi tidak mengambil langkah tegas, maka Hamka dan nelayan lain yang akan mengambil langkah tegas di perairan Obi.

“Kami tahu resikonya seperti apa, kami tahu, tapi dari pada kami mati memikirkan ketidak adilan di tempat tidur, mending kita berjuang demi menegakan keadilan,” pungkas Hamka.

Kata Hamka, dia bersama lima temannya sudah berjalan jauh dari Obi, sehingga kalau tuntutan mereka tidak diindahkan maka dalam waktu dekat, mereka akan membangun kekuatan untuk melawan. “Kami tahu kalau nanti kami akan dihadapkan dengan kekuatan pemerintah. Ujung-ujungnya rakyat akan kalah sekaligus salah, tapi mau tak mau kami harus maju untuk mempertahankan hidup,” ujar nelayan asal Madapolo itu.

Senada dengan itu, Sarno La Jiwa, Ketua nelayan umum Desa Madapolo, kecamatan Pulau Obi berujar kehadirannya disini untuk menyampaikan keresahan teman-teman nelayan dalam aktivitas memancing. Karena mereka mengalami kerugian besar saat ini dengan kehadiran pajeko.

“Kasihan pak, kami punya anak juga sekolah dan dorang [mereka] sekolah dari uang hasil memancing. Jadi sekarang banyak anak-anak kami tidak bisa lanjut sekolah karena torang tra [kami tidak] ada penghasil, mau kasih biaya dari mana lagi? Apalagi torang punya cengkeh empat tahun terakhir so tara babuah [sudah tidak berbuah],” keluh Sarno karena masyarakat Obi terancam.


Reporter: Darman Lasaidi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama