Membongkar Kelas Sosial Sebagai Akar Penindasan Perempuan

 

Diskusi KOPI IWD di Gazebo FIB Unkhair, [21/02/2022] Foto: Ajim Umar/LPM Aspirasi.


LPM Aspirasi -- Komite Persiapan International Women's Day (KOPI IWD) Menggelar diskusi bertajuk "Akar Penindasan Perempuan dan Bagaimana Melawannya?" pada Senin (21/02/2022) di Gazebo, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Khairun (Unkhair), Ternate.

Diskusi yang dimulai sekira pukul 11.00 WIT itu, merupakan ajang konsolidasi untuk mengajak elemen gerakan, maupun individu yang mendukung perjuangan perempuan dalam merespon Internasional Women's Day (IWD) atau Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret mendatang. Hari peringatan perempuan pekerja dalam mengampanyekan penghapusan penindasan dan diskriminasi berbasis perbedaan gender.

Dalam kesempatan itu, Irawati Harun dari organisasi Cakrawala Muda Kerakyatan (CMK) dan Astuti Hi. Djamil dari organisasi Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (Pembebasan) sebagai pembicara.

Diskusi ini membicarakan akar masalah yang menindas perempuan. Karena hal paling mendasar dalam perjuangan mewujudkan pembebasan perempuan adalah dengan membongkar akar penindasannya. Misalnya kasus pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan, meskipun tampak secara spontan dan individual, namun hal itu sudah mengakar sejak lama.

Astuti Hi. Djamil mengatakan, kita sudah semestinya paham jika penindasan terhadap perempuan bersumber dari tatanan masyarakat berkelas, dimana tidak sekadar mendomestifikasi tetapi juga membentuk pandangan yang seksis.

"Dalam masyarakat berkelas itu ada yang berkuasa dan ada yang ditindas. Kalau saat ini yang berkuasa yaitu kapitalisme, atau pemilik modal, dan yang tertindas itu kaum proletariat, seperti buruh, tani, dan nelayan," ujar Astuti.

Perempuan yang akrab di sapa Tuti itu menuturkan, kapitalisme berkuasa dengan kepetingan mengontrol tubuh perempuan. Tujuannya mereproduksi tenaga kerja dengan domestifikasi dan kerja perempuan yang tak berbayar. 

"Ada juga upah lebih rendah bagi buruh perempuan, serta menjadikan tubuh perempuan sebagai objek dagang dan eksploitasi seksual," terang mahasiswa di Universitas Khairun ini.

Karean itu, penindasan perempuan tidak terjadi secara alamiah, tetapi memiliki akar dan basis material. Walaupun ada perubahan-perubahan dalam perjalanan sejarahnya, landasan objektif untuk mengubahnya harus ditemukan. 

"Caranya dengan mendorong dan mengarahkan perjuangan pembebasan perempuan mengakhiri kapitalisme serta tatanan masyarakat kelas itu sendiri," tandasnya.

Dari trade rekor sejarahnya, Irawati Harun, anggota CMK bilang pertantangan klas  sudah ada dari jaman komunal primitif sampai jaman perbudakan, fiodallisme sampai kapitalisme.

"Saat ini kita hidup dalam cengkeraman penindasan perempuan maupun laki-laki. Penindasan ini lahir karena adanya paham kepemilikan pribadi sehingga konstruk berpikir manusia telah di legitimasi dengan modal," tandas Ira, sapaan akrabnya.

Ira menjelaskan para pemodal atau kapitalisme memiliki kepentingan untuk memperkaya diri sendiri, serta melanggengkan hegemoninya untuk berkuasa. 

"Jadi watak seksis itu terus dipertahankan, dan dilaksanakan dengan baik serta terorganisir dan masif lewat keluarga, agama, pendidikan, menurut norma borjuis sekaligus oleh negara maupun media kapitalis," ujar Ira.

Penindasan terhadap perempuan yang terorganisir dan masif itu, kata Ira harus dilawan secara teroganisir dan masif juga. Karena penindasan terhadap perempuan tidak bisa diselesaikan hanya dengan gaya hidup, pun juga tidak bisa dicapai dengan sekadar promosi gaya kosmetik dan berpakaian dengan dalih body positivity, sex positivity, slogan semua perempuan cantik, dan semacamnya.

Dia juga bilang media memang memiliki cakupan yang sangat luas dan jangkauan yang banyak, tapi perjuangan tidak bisa terbatas hanya pada media. Untuk itu dia masi mempercayai aksi massa.

"Saya masih tetap sepakat dan masih menganggap aksi massa relevan, sebab dari aksi massa kita akan dapat mencapai tujuan kita. Tidak cukup untuk mencapai revolusi kalau kita hanya berkampanye lewat media," imbuhnya.

Diskusi ini termasuk dalam rangka menggalang solidaritas secara luas dan tidak terbatas pada perempuan, melainkan semua kalangan yang tidak berafiliasi atau mendukung musuh rakyat. Selain itu, mengajak semua yang mendukung perjuangan perempuan untuk terlibat dalam merespon momentum IWD pada 8 Maret nanti.


Reporter: Ajim Umar

Editor: Darman Lasaidi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama