![]() |
Massa aksi saat melakukan orasi di depan pasar Barito, kota Ternate. Foto: Sukriyanto Safar/LPM Aspirasi. |
LPM Aspirasi -- Komite Mei Berlawan mengelar aksi pada Hari Buruh Internasional atau May Day pada Kamis, (1/05/2025). Mereka menyuarakan berbagai persoalan buruh dan rakyat yang ada di Indonesia termasuk Maluku Utara.
Massa membentangkan spanduk bertuliskan “Perkuat Konsulidasi Gerakan Rakyat, Buka Ruang Demokrasi Seluas-Luasnya Demi Pembagian Kekayaan Nasional Untuk Buruh Dan Rakyat." Massa menilai perubahan arah ekonomi politik Indonesia ke kapitalisme-neoliberal membuat buruh dan rakyat semakin tereksploitasi.
Isra Muhdar, Kordinator aksi mengatakan penindasan terhadap buruh saat ini sangat kompleks mulai dari upah murah, jam kerja yang panjang dan pemutusan hubungan kerja (Phk) masal serta masih banyak lagi.
“Sistem kapitalisme ini kan makin hari membuat rakyat terus sengsara," pungkasnya.
Dia bilang, saat ini beban berat rakyat untuk menjawab masalah-masalah buruh dan rakyat semakin susah, salah satunya pendidikan yang setiap tahu semakin mahal.
“Misalnya, akses generasi muda untuk mencari tahu solusi yang ilmiah dan sesuai dengan kebutuhan mendesak rakyat tidak bisa karena tidak bisa bersekolah," kata dia.
Disisi lain, menurut Isra, menguatnya militer di sektor bisnis juga akan memukul perjuangan buruh di pabrik-pabrik, saat bisnisnya dihambat oleh buruh mereka tak segan-segan mereprsifitas buruh dan rakyat.
Apa lagi, menurut ia, di rezim militeritik saat ini, konsentrasi bisnis terus dipegang kendali oleh purnawirawan TNI yang merupakan sisa-sisa orde baru.
![]() |
Massa aksi saat melakukan orasi di depan pasar Barito, kota Ternate. Foto: Sukriyanto Safar/LPM Aspirasi. |
Militerisme di Indonesia dapat tumbuh subur disebabkan karena lemahnya iman demokrasi kelas borjuis dalam negeri, karena ketergantungan modal pada moncong senjata. Dan hal ini membuat demokrasi di indonesia semakin menurun.
“Misalnya, di jaman orba TNI masuk desa, masuk pabrik dan juga mulai merangsak ke universitas-universitas, mengawasi konsolidasi-konsolidasi dan diskusi mahasiswa," lanjut mahasiswa hukum itu.
Sejalan dengan itu, Nando, seorang massa aksi mengatakan bahwa penyempitan demokrasi membuat kaum buruh dan rakyat tidak bisa protes terhadap pabrik yang merampas hak-hak buruh.
“Hal ini mencerminkan bahwa ketika demokrasi buruh itu tidak ada, maka dalam pebagian kekayaan nasional untuk buruh dan rakyat tidak akan terjadi pada rezim ini," pungkasnya.
Saat ini, Dia bilang, penguasaan dan monopoli atas kekayaan nasional di Indonesia oleh kapitalis nasional dan internasional membuat semua hal liberalisasi.
“Sehingga produk hukum seperti UU Omnibuslaw, cipta kerja dan semua hal berpihak terhadap kapitalis dan antek-anteknya yang terus memperkaya diri mereka."
Kelas pekerja (buruh) dan kelompok rakyat tertindas lainnya, seharusnya menyadari bahwa tidak ada jalan lain untuk buruh selain melakukan perjuangan terus-menerus sampai kapitalisme tumbang.
Kita memiliki sebuah sejarah yang menujukan bahwa kaum buruh pernah melawan penindasan yang dilakukan oleh kapitalisme. Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai peristiwa haymarket yang kemudian melahirkan sejarah may day.
“Sejarah may day menujukan bahwa perlawanan terhadap kapitalisme harus memilki persatuan politik yang merupakan pondasi untuk merebut kekuasaan dari mereka dan menjalankan kebijakan-kebijakan untuk buruh dan rakyat.”
Persatuan yang dibangun secara nasional, radikalisasi yang berkembang di daerah-daerah di Indonesia ialah pondasi utama untuk membangun kekuatan politik alternatif riil melawan oligarki dan militerisme dan kapitalisme.
Reporter: Sukriyanto Safar
Editor: Susi H. Bangsa