Sosialisasi literasi politik untuk pemilih pemula yang dilakukan oleh Foshal bersama KPU Maluku Utara, Sabtu (2/11/2024) Foto: Syahrullah Muin/LPM Aspirasi. |
LPM Aspirasi -- Forum Study Halmahera (Foshal) bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) Maluku Utara, menyelenggarakan sosialisasi literasi politik dan partisipasi pemilih pemula di Pulo Tareba, Takome, Ternate Barat, pada Sabtu (2/11/2024).
Sosialisasi ini menghadirkan Nurkholis Laamau sebagai jurnalis dan Julfi Jamal dari akademisi sebagai pemateri. Sementara peserta kegiatan diisi kalangan mahasiswa. Mulai dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas, maupun BEM Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, hingga komunitas literasi.
Julfi Jamal mengatakan, para pemilih pemula harus melihat beberapa aspek untuk memilih seorang pemimpin. Mereka juga harus mengetahui sistem pemilihan umum, mengetahui background calon pemimpin untuk menentukan siapa yang layak memimpin Maluku Utara dalam lima tahun ke depan.
“Pemilih pemula ini sangat strategis, makanya jangan golput, itu pesan dari KPU,” ungkapnya.
Menurutnya, pemilih pemula harus menggunakan hak pilih untuk memilih pemimpin yang dianggap mampu memimpin. Tentunya dengan analisis situasi masyarakat hari ini.
“Mereka juga harus mengetahui problem kemasyarakatan kita hari ini seperti apa, sehingga ketika para paslon memperbincangkan, dia meneliti lebih jeli dan membandingkan problem itu,” tuturnya.
Nurkholis bilang, pemilih pemula harus lebih kritis dalam menelaah informasi yang berkaitan dengan pemilu. Pasalnya sering kali para kandidat menggunakan media sebagai alat untuk merauk suara.
Kata dia, pemilih pemula masih dalam masa pencarian. Masih menganalisis siapa yang paling benar. Analisis itu biasanya dilakukan berdasarkan informasi dari media yang memiliki berbagai platform saat ini.
Kecenderungan menentukan pilihan melalui informasi dari berbagai platform media macam itu, menjadikan para kandidat memainkan berbagai metode untuk menarik simpati pemilih pemula, termaksud konten di media.
Bagi Nurkholis ini akan cenderung berbahaya kalau pemahaman terhadap literasi lemah. Hal itu bisa menyulitkan dalam menelaah informasi. Sehingga salah dalam menentukan pilihan.
Sebab, menurut dia segala sesuatu yang di tampilkan di depan panggung, dalam hal ini media & media sosial, tidak seluruhnya benar. Bisa jadi di belakang panggung tidak demikian. Maka penting untuk memilah, mana media yang menampilkan berita yang bersifat hoax dan mana yang bersifat fakta.
Bagi para pemilih pemula, Nurkholis mengingatkan yang paling penting ialah penguatan terhadap literasi media. Media jadi alat yang paling tepat untuk masuk dalam pemikiran kaum milenial.
“Karena umumnya berita yang ditampilkan tentang para kandidat hanya sebatas sebuah citra, sebuah polesan, dan itu hampir semua dimainkan oleh media,” tegasnya.
Sebagai pilar ke empat demokrasi, Pers, kata Nurkholis, harus independen, dan ikut dalam berpartisipasi untuk menegakkan nilai-nilai demokrasi, bukan justru sebaliknya.
“Dalam momentum demokrasi ini, media konvensional terkadang ini didikte, dan ikut terpolarirasi,” terangnya.
Nurkholis bilang media dituntut harus independen atau netral. Tapi saat ini banyak media ikut memainkan peran dalam kampanye-kampanye paslon. Misalnya mereka coba memunculkan semacam politik identitas dalam propaganda di media. Hal ini untuk menarik pemilih berdasarkan kesamaan identitas.
Bagi dia, belum banyak media yang kemudian yang menampilkan, misalnya, track record si kandidat, bagaimana latar belakangnya dan jejak masa lalunya. Belum ada satu pun media secara kritis mengulik hal itu.
“Minimal media-media konvensional memunculkan gagasan atau pemikiran rasional yang bisa ditangkap oleh kaum milenial atau pemilih pemula, tuturnya.
Justru yang ada, menurut Nurkholis, hanya sebatas sebuah citra, sebatas sebuah polesan, dan itu hampir semua dimainkan oleh media. Media macam ini disebut sebagai media setingan sehingga sulit untuk mengukur independensinya.
Reporter: Syahrullah Muin
Editor:Susi H Bangsa