Masyarakat Patani Timur Gelar Aksi Tolak Rencana Izin Tambang di Hutan Patani

Pelajar dan pemuda saat membentangkan umbul-umbul protes pada Jumat (22/3/2024). Foto: Front Kemanusiaan dan Ekologi (FKDE).


LPM Aspirasi -- Sejumlah pelajar, pemuda, dan masyarakat menggelar aksi dari Desa Masure, menuju Desa Peniti dan berakhir di Desa Damuli, Patani Timur, Halmahera Tengah pada Jumat (22/3/2024). Massa yang mengatas namakan Front Kemanusiaan dan Ekologi (FKDE) Halmahera Tengah itu menolak rencana masuknya dua izin usaha pertambangan di hutan Patani Timur.

Aksi ini dimulai sekira pukul 14.00 WIT. Massa yang menggunakan mobil komando (mokom) itu juga membawa sejumlah tuntutan yang tertuang dalam poster-poster dari kardus bekas, serta disampaikan melalui orasi-orasi.

Mereka bertujuan mengajak masyarakat Patani untuk menjaga alam dengan menolak izin tambang. Apalagi wilayah itu kaya akan komoditas lokal yang selama ini jadi sumber kehidupan mereka.

“Kami dengan tegas menolak kehadiran tambang di wilayah hutan Patani Timur,” ungkap Rama Hi Lajae, Koordinator aksi.

Bagi dia, baik daratan dan lautan di wilayah itu memiliki banyak hasil yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kebutuhan hidup sehari-hari, macam pala, kelapa dan cengkeh. 

“Semua itu masih alami belum terdampak, dan kehidupan kami masih bisa terjamin bahkan, mungkin sampai anak cucu tidak akan habis,” ujarnya.

Pala, kelapa dan cengkeh, bagi Rama, bisa menjadi investasi yang menghidupkan. Hal itu terbukti hingga hari ini. Mulai dari kebutuhan makan dan minum, hingga pendidikan anak-anak dari jenjang Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, hingga perguruan tinggi. 

“Itu semua hampir 100 persen karena hasil dari tanaman yang ada di kebun, bukan tambang yang jelas-jelas merusak. Tidak ada tambang yang tidak merusak,” tegas Rama.

Kata pemuda asal Patani itu, sudah bukan rahasia umum kalau tambang merusak tatanan ekonomi dan sosial masyarakat yang ada di sekitar wilayah operasinya. Tidak ada sejarah tambang mensejahterakan masyarakat. Kalau dibiarkan masuk, maka hanya akan ada kehancuran.

“Kalau torang (kita) paksakan masuk, maka yang ada hanya kehancuran. Semua tanaman akan digusur, lalu masyarakat dibayar dengan harga yang tidak menjamin   masa depan anak cucu, mata air bersih akan tercemar racun atau limbah, sungai-sungai tentu akan kering, laut juga tercemar,” tandasnya.

Selain menolak tambang, massa juga menyuarakan kasus pembunuhan tiga masyarakat di hutan Damuli, Kecamatan Patani Timur. 

Peristiwa itu terjadi sekira tiga tahun silam. Kala itu, para korban hendak melakukan aktivitas mendulang emas namun diserang orang tak dikenal (OTK). Penyerangan itu menewaskan Yusuf Kadir (40) Warga Desa Batu Dua Patani Utara, Hi. Masani (55) Warga Desa Masure Patani Timur, dan Risno Muhlis (40) Asal Soma Malifut. 

Rama dan teman-temannya menduga ada kaitan antara pembunuhan yang terjadi dengan izin tambang yang akan masuk. Sehingga mereka mendesak agar pihak kepolisan segera mengusut tuntas kasus itu.

Sementara itu, Nurhan Hayun, Kepala Desa Masure, saat di hubungi LPM Aspirasi via telpon tidak banyak berkomentar. Ia merasa perlu melakukan rapat bersama masyarakat terlebih dahulu untuk memutuskan apakah turut menolak atau menerima izin tambang. 

“Kalau sekarang saya blm bisa berkomentar. Saya akan mengupayakan rapat bersama enam kepala desa di Patani Timur serta masyarakat terlebih dahulu, baru akan menyampaikan keputusan apakah menerima atau menolak,” ujarnya.


 Reporter: Yulinar Sapsuha

 Editor: Susi H Bangsa

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama