Mahasiswa di Ternate Gaungkan Tolak Pemilu Borjuis 2024

Massa aksi saat berada di depan kantor wali kota, Lanmark kota Ternate. Foto: Sukriyanto Safar/LPM Aspirasi.


LPM Aspirasi -- Gemuruh penolakan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 digaungkan pada minggu, (28/01/2024) di Kota Ternate. Gabungan organisasi mahasiswa ini tergabung dalam Komite Aksi Jegal Pemilu Borjuis. Mereka menyuarakan penolakan terhadap Pemilu 2024 yang dinilai menjadi agenda borjuis dan tidak mementingkan kepentingan rakyat.

Aksi dimulai sekitar pukul 13.30 WIT. Massa melakukan longmarch dari Dodoku Ali, Kelurahan Soa Sio, lalu ke depan pasar barito, Gamalama, dan berakhir di Landmark, Jalan Pahlawan Revolusi, Muhajirin, Ternate Tengah.

Massa menilai siapapun yang terpilih dalam pemilu nanti, rakyat yang tetap kalah. Sebab seluruh bakal calon terindikasi berafiliasi dengan kalangan oligarki nasional maupun Internasional.

“Pemilu 2024 nanti siapapun pemenangnya rakyat akan tetap menderita dan kemiskinan akan terus ada,” ungkap Gama Palangi, koordinator aksi kepada LPM Aspirasi.

Gama bilang, Pemilu borjuis selalu menguntungkan para elit dan oligarki. Rakyat dipandang hanya sebagai suara untuk memenangkan mereka. Setelah terpilih, oligarki dan mereka sendiri yang jadi pemenang. Rakyat akan kembali diperhadapkan dengan perampasan lahan, represifitas terhadap kebebasan berpendapat, dan masalah lainnya.

Penilain Gama ini muncul karena koalisi partai politik (Parpol) yang mengusung bakal calon disokongan kapitalisme nasional dan internasional. Sokongan itu, dalam sejumlah laporan media, berupa pembiayaan kampanye.

“Tidak mungkin dana kampanye sebanyak itu, hanya memakai dana pribadi dari mereka. Belakangan ini banyak media yang merilis para kandidat bakal calon memiliki aktor-aktor pemain bisnis besar,” terang Gama.

Kata Gama, kami memilih untuk meyuarakan boikot pemilu. Mungkin ini terdengar kasar atau anti pada pemilu. Seakan mengajak untuk membuat kekacauan.

“Namun tidak seperti itu, boikot ialah sikap politik rakyat dalam menjemput pemilu Febuari mendatang, karena mengigat pemilu bukan membawa kepentingan rakyat Indonesia,” ungkapnya.

Abdul Asis Robo, salah massa aksi mengatakan partai politik telah didikte pemodal, sehingga rakyat tidak boleh menitipkan nasibnya pada partai yang saat ini berkoalisi mengusung para calon. Rakyat harus membangun blok oposisi dan partainya sendiri.

Massa aksi saat melakukan orasi. Foto: Sukriyanto Safar/LPM Aspirasi.


"Partai-partai yang bermunculan bukan partai oposisi dari partai yang ada. Mereka hanya menambah jumlah partai borjuis di Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan mereka bisa saling berkualisi,” ungkap dia.

Terlepas dari itu, Asis menyatakan regulasi atau konstitusi yang ada saat ini membatasi rakyat dalam membentuk partai dari kalangan mereka. 

Persoalan kebutuhan dana pendaftaran ikut pemilu yang besar, ditambah dengan presidential threshold yang merupakan ambang batas Partai Politik (Parpol) untuk mengajukan Calon Presiden dan Wakil Presiden baik secara koalisi maupun tidak membentengi rakyat mendirikan partainya sendiri. 

Asis merasa hal itu menyebabkan penyusutan terhadap pengajuan pencalonan. Itu artinya partai yang mau diusung oleh rakyat tidak bisa mengajukan calon presidennya sendiri. Sehingga hanya partai berkuasa dan punya banyak modal saja yang bisa mencalonkan presidennya. Rakyat dipaksa memilih mereka yang bukan dari kalangan mereka sendiri.

“Untuk itu, dengan segala kebobrokan dan kepalsuan yang terjadi pada momentum Pemilu kami komite aksi jegal pemilu menyerukan boikot pemilu serta merevisi UU partai politik dan RUU pemilihan Umum,” tegasnya.


Reporter: Sukriyanto Safar

Editor: Susi H Bangsa

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama