Air Sungai dan Laut di Halmahera Kembali Tercemar Diduga Aktivitas Pertambangan

Perubahan warna air laut menjadi kuning kecoklatan kembali terlihat di sekitar Desa Maba Sangaji pada Selasa (26/12/2023). Foto: Warga setempat.


LPM Aspirasi -- Warga Desa Maba, Halmahera Timur dan Desa Sagea, di Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara sedang diperhadapkan dengan pencemaran lingkungan. Pasalnya perubahan warna air kembali terlihat di sungai masing-masing desa. Warga menduga perubahan ini dipicu sedimentasi ore yang masuk aliran sungai akibat aktivitas industri ekstraktif. 

Dalam sebuah video yang direkam oleh warga pada Selasa, (26/12/2023) sekira pukul 14.30 WIT memperlihatkan perubahan warna air laut menjadi kuning kecoklatan di sekitar Desa Maba Sangaji.

Said Marsaoly, warga Halmahera Timur, mengungkapkan kondisi warna air laut seperti itu sudah menjadi pemandangan sehari-hari. Meski begitu, pencemaran kali ini terlihat sangat parah. 

Torang (kami) kaget lihat, ah bagaimana so (sudah) begini, so parah sekali, tara (tidak) seperti biasanya. Bahkan kondisi ini lebih parah dari sebelum-sebelumnya, ore lumpur tebal sekali,” ujarnya.

Pencemaran itu, juga meluas hingga ke perairan pulau-pulau kecil di sekitar. Seperti Pulau Mobon yang berjarak hanya sekira 500 meter dari Desa Maba Sangaji. Padahal, pulau tersebut adalah salah satu destinasi wisata.

Kata dia, situasi ini membuat warga heran, pasalnya sepekan terakhir tidak turun hujan. Bahkan sebelumnya bila terjadi hujan dengan intensitas tinggi pemandangan laut tidak sampai seburuk itu. 

"Dulu memang hujan deras tapi tara separah ini, lumpur tara melebar dan tebal begini, air laut masih terlihat terang-terang begitulah, tapi ini macam dia parah sekali, jadi orang-orang kaget,” ungkap Said.

Said dan warga Maba menyayangkan hal ini, pasalnya area sekitar dan pulau-pulau kecil sering dimanfaatkan para nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Saat air laut surut, warga biasa memanfaatkannya dengan mencari kerang dan sejenis rumput laut untuk dikonsumsi. Ketika air laut pasang, warga ke Pulau Mobon untuk memancing dan menjaring ikan. 

“Kini, aktivitas nelayan terhenti karena kondisi laut yang begitu parah. Sapa (siapa) yang mau pigi mangael (pergi memancing) kalau kondisi air begitu,” kata dia.

Dalam rilis yang diterima LPM Aspirasi, mengungkapkan, di sekitar wilayah Maba Sangaji, terdapat perusahaan tambang nikel seperti PT Adhita Jaya Indonesia dengan luas konsesi 2.000,00 hektare, PT Wana Kecana Mineral seluas 24.700 hektare, dan PT Alngit Raya seluas 137,10 hektare. Beberapa diantaranya ini memiliki jetty atau dermaga pengangkutan ore nikel di sekitar kawasan Desa Wai Lukum.

Pencemaran ini bukan yang pertama, tapi sudah sering terjadi sejak PT ANTAM mulai beroperasi pada 2006. Limbah tambang dari wilayah operasi -- letaknya di pegunungan, tak jauh dari pesisir dan laut -- mengalir jauh hingga ke laut, wilayah tangkap nelayan. 

Dalam laporan Cermat, Harjon Gafur, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Halmahera Timur, bilang telah memantau kondisi di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Sangaji. Menurutnya, pencemaran disebabkan hujan yang menguyur wilayah sekitar.

“Saya baru periksa sungai itu, kondisi airnya ini. Jadi turun hujan di hulu (DAS Sangaji), posisinya di belakang site Moronopo, Desa Maba Pura,” ujar Harjon kepada media itu.

Sumber pencemaran, kata Harjon, diduga kuat berasal dari aktivitas pertambangan PT Wana Kencana Mineral. Perusahaan nikel yang memiliki luas konsesi 24.700 hektare itu sempat diingatkan oleh DLH beberapa bulan lalu terkait penataan di titik kegiatan penambangan.

Berdasarkan hasil pengawasan secara reguler, DLH telah meminta pihak PT Wana Kencana Mineral untuk melakukan penataan sebagaimana yang tertuang dalam dokumen lingkungan.

 “Itu wajib bagi mereka agar tidak memberi pengaruh perubahan pada warna air Sungai Sangaji,” ujarnya.

Perubahan warna air juga kembali terjadi di Gua Bokumoruru hingga Sungai Sageyen, Desa Sagea, Halmahera Tengah. Air sungai berubah warna menjadi keruh-kecoklatan. 

Adlun Fiqri, dari Koalisi #SaveSage mengungkapkan perubahan warna air kembali terjadi pada 25 Desember 2023. Warna air sungai kembali berubah kuning kecoklatan.

“Hal ini mengakibatkan warga kesulitan mengakses air bersih hingga melumpuhkan aktivitas pariwisata berbasis komunitas di Gua Bokimoruru,” tuturnya.

Koalisi Save Sagea mencatat, Daerah Aliran Sungai (DAS) Sageyen memiliki luas 18.200,4 hektar dengan 3 anak sungai besar dan ratusan anak sungai lainnya. Di sekitar DAS Sageyen terdapat 5 IUP yang sebagian wilayah konsesinya masuk dalam DAS Sageyen, di antaranya PT Weda Bay Nickel seluas 6.858 hektare, PT Dharma Rosadi Internasional 341 hektare, PT First Pacific Mining 1.467 hektare, PT Karunia Sagea Mineral 463 hektare, dan PT Gamping Mining Indonesia 2.179 hektare.

“Belakangan, terungkap jika pencemaran Sungai Sageyen disebabkan kegiatan pembukaan lahan oleh PT Weda Bay Nickel dan PT Halmahera Sukses Mineral untuk pembuatan jalan hauling di kawasan hulu DAS Sageyen,” terang Adlun.

PT Weda Bay Nickel sendiri merupakan perusahaan pertambangan nikel yang terintegrasi dengan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan memiliki luas konsesi sebesar 45.065 hektare, terbentang dari Halmahera Tengah hingga Halmahera Timur.


Editor: Susi H Bangsa

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama