Sengketa Lahan di Kalumata, Barikade Warga dan Mahasiswa Tolak Penggusuran

 

Massa saat memblokade Jalan Tugu Makugawene, Kalumata, Ternate Selatan pada Selasa (28/11/2023). Foto: Sukriyanto Safar/LPM Aspirasi

LPM Aspirasi -- Ratusan massa membentuk barikade menutup Jalan Tugu Maku Gawene dan Jalan Raya Kalumata Puncak, Kelurahan Kalumata, Ternate Selatan pada, Senin (28/11/2023). Aksi ini dilakukan sejak dini hari, dimaksudkan untuk menghadang upaya penggusuran terhadap rumah warga Kalumata.

Pantauan LPM Aspirasi, sejak Minggu malam, massa mulai berdatangan dan berkumpul di sekitaran Tugu Makugawene. Mereka duduk dan tiduran di pelataran rumah dan toko milik warga. Hal ini untuk mendahului tim yang akan melakukan penggusuran. 

Pasalnya, berdasarkan surat Pengadilan Negeri (PN) Ternate nomor 3092/PAN.PN.W28-U2/HK2.4/XI/2023, perihal Pelaksanaan Eksekusi Perkara Perdata nomor 34/Pdt.G/2017/PN Tte, yang diterima warga, pada hari Senin pagi akan dilaksanakan penggusuran terhadap rumah warga yang berada pada objek sengketa tanah seluas 312 meter persegi (m²). Sekira jam 08.00 Waktu Indonesia Timur, massa memblokade jalan menggunakan atap seng bekas.

Irawati Harun, Koordinator lapangan mengatakan, aksi ini menolak penggusuran rumah di Kelurahan Kalumata. Kami bersama masyarakat selaku korban penggusuran, yang ingin mempertahankan tanah dan rumah mereka.

Massa saat memblokade Jalan Tugu Makugawene, Ternate Selatan pada Selasa (28/11/2023). Foto: Sukriyanto Safar/LPM Aspirasi

“Hanya ada satu tuntutan kami hari ini, batalkan penggusuran!” ungkapnya.

Irawati bilang, aksi dari gabungan warga Kalumata dan mahasiswa ini untuk memperjuangkan hak asasi dan melawan segala bentuk perampasan terhadap ruang hidup, melawan penggusuran dan segala kebijakan yang menindas serta merugikan warga, dan memperjuangkan hak atas tempat tinggal dan sumber penghidupan.

“Kami juga mengecam sikap pengadilan yang semena-mena terhadap warga terdampak penggusuran,” kata dia.

Aksi blokade jalan yang dilakukan warga terdampak, pemuda, dewan adat dan aliansi rakyat tolak penggusuran itu berlangsung hingga pukul 11.00 WIT. Massa baru membuka jalan setelah ada pemberitahuan penundaan eksekusi.

“Massa aksi sudah di lokasi dari tanggal 27 sore sampai sekitar jam 11 pagi baru kami mengetahui kalau ada penundaan eksekusi karena memang tidak ada surat pemberitahuan yang masuk ke warga. Tadi sekitar jam satu lewat baru dari pengadilan mengantar surat pemberitahuan penundaan eksekusi,” ungkap Irawati.

Kronologi Sengketa Lahan, Juharno vs Warga

Tanah yang terletak di Jalan Melati Sasa, depan Tugu Makugawene, Kelurahan Kalumata, RT.08/RW.03, Ternate Selatan, Kota Ternate itu telah ditempati keluarga Alm. Buka sejak 1959. Tanah ini merupakan tanah adat yang diberikan Iskandar M. Djabir Sjah, Sultan Ternate sebagai penghargaan karena pengabdiannya terhadap Kesultanan Ternate. Kala itu Buka menjabat sebagai Jogugu Loloda (Perdana menteri atau mangkubumi loloda) Kesultanan Ternate.

Massa saat memblokade Jalan Raya Kalumata Puncak, Ternate Selatan pada Selasa (28/11/2023). Foto: Sukriyanto Safar/LPM Aspirasi

Pemberian itu melalui surat Cucatu (semacam dokumen hak atas tanah) pemberian almarhum Sultan Iskandar M. Djabir Sjah. Karena waktu yang lama, surat Cucatu itu telah hilang. Karenanya pada tahun 1996 dibuatkan lagi oleh Sultan Mudaffar Sjah sebagai Sultan yang berkuasa kala itu. Surat tersebut dibubuhi tanda tangan Sultan Mudaffar Sjah dan stempel sah Kesultanan Ternate pada tanggal 19 Oktober 1996.

Sengketa ini bermula pada tahun 70'an. Tanah yang telah ditempati keluarga Almarhum Buka, diklaim Letnan Kolonel Juharno sebagai tanah miliknya. 

Juharno mengklaim dapat tanah itu yang berasal dari tanah negara Swapraja/Eigendom. Ini dibuktikan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM). Berdasarkan keterangan warga, surat itu didapat setelah Juharno memanipulasi identitas sebagai petani. Akhirnya dapat diproses melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur nomor 89/HM/PL7Trt/78 tertanggal 1 Desember 1978 a.n Juharno yang diserahkan kepada Dandim 1501 Maluku Utara untuk anggota Perwira ABRI yang betugas di Maluku Utara kala itu. Alhasil terbit SHM nomor 229 atas nama Juharno.

Sengketa ini kembali mencuat setelah Julianto Hari Nugroho, anak dari Juharno datang dan mengklaim tanah itu milik keluarganya. Ia meminta ganti rugi kepada warga yang menempati lahan tersebut. Upaya itu di tolak warga yang bersikukuh tanah itu milik orang tua mereka yang dihibahkan Kesultanan Ternate. Akibat penolakan itu, Julianto Hari Nugroho kemudian menempuh jalur hukum dengan melakukan tuntutan ke PN Ternate terhadap ahli waris Buka, namun usaha itu ditolak pengadilan.

Setelah tuntutan Julianto dinyatakan Niet Ontvankelijke verklaard atau yang biasa disebut sebagai putusan NO (Gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil). Setahun kemudian, pada 2017 Juharno kembali menuntut ahli waris Alm. Buka.

Supriadi Hamisi, Pendamping Hukum mengatakan, salah satu termohon memberikan bukti surat keterangan yang diberikan oleh almarhum Sultan Mudaffar Sjah, surat itu dikeluarkan pada tahun 1996, kemudian di tahun 1997 kembali muncul surat yang diberikan oleh orang yang sama.

“Ketika saya lihat salah satu bukti sebagai dasar oleh Juharno, ialah surat pembatalan itu. Sehingga itu menjadi senjata untuk memenangkan perkara. Ketika di cek penggunaan istilah, redaksi bahasanya ternyata palsu,” terang Supriadi.

Dalam tuntutan kali ini, Juharno menyertakan surat dari Kesultanan Ternate, yang dimbuhi tanda tangan Sultan Mudaffar Sjah pada tanggal 14 Agustus 1997. Isi surat ini terkait pembatalan surat sebelumnya yang dikeluarkan Kesultanan Ternate untuk Alm. Buka. Namun surat itu diduga palsu. Mulai dari format kepenulisan, penyebutan tempat dan nama yang tidak sesuai, yakni nama penerima hibah yaitu Alm. Buka. Surat pembatalan itu malah ditujukan kepada Anwar POM.

Bahkan dalam penelusuran, surat pembatalan itu tidak ditemukan dalam arsip kesultanan. Juharno juga melampirkan surat jual beli Palsu dengan almarhum Djasia Buka, anak dari almarhuma Buka. Tuntutan ini dimenangkan Juhsrno hingga tinggkat Peninjauan Kembali (PK).

Constatering Objek Eksekusi dan Upaya Hukum Termohon

Pihak ahli waris alm. Buka kemudian memasukan gugatan dengan Perkara nomor   33/Pdt.G/PN Tte pada tahun 2022 silam, yang saat ini sedang kasasi di Mahkama Agung.

Pada tahun ini, keluarga alm. Buka mendapat surat pemberitahuan dari PN Ternate pada tanggal 28 Mei 2023 lalu. Isinya terkait pelaksanaan Constatering atas objek eksekusi. Proses Constatering ini kemudian di hadang oleh para termohon.

PN Ternate kembali datang pada 14 November 2023. Kali ini bersama gabungan TNI dan Polri untuk melakukan Constatering, dan kembali mendapat hadangan dari pihak termohon bersama Aliansi Rakyat Tolak Penggusuran. Kemudian pada tanggal 23 November, termohon mendapatkan surat dari PN Ternate terkait pelaksanaan eksekusi yang akan dilaksanakan pada tanggal 28 November, hari ini.

Para termohon kini kembali melakukan upaya hukum. Mereka melaporkan Juharno terkait dugaan pemalsuan Surat Pembatalan pemberian tanah oleh Sultan Ternate, Sultan Mudaffar Sjah yang sengaja dilakukan oleh pemohon eksekusi atas nama Juharno. Pelaporan itu, saat ini tengah diproses di. Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Maluku Utara.

“Proses pidana ini masih dalam tahapan penyelidikan tapi terlapor pemohon eksekusi sudah dimintai keterangan,” tandas Supriadi.


Reporter Magang: Syahrullah Muin

Editor: Susi H. Bangsa

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama