Undang-Undang Ciptaker Suram Bagi Lingkungan dan Masyarakat

Para Pembicara dalam diskusi 25 tahun reformasi, Selasa (16/5/2023) Foto: Ardian M Djauna/LPM Aspirasi.


LPM Aspirasi-- Perpustakaan Jalanan Ternate gelar diskusi Refleksi 25 Tahun Reformasi bertajuk “Menuju Hari Anti Tambang Internasional: Malapetaka Perppu, Bahaya Bagi Kehidupan Rakyat” pada Selasa (16/5/2023) di Kafe Jenggala Raya, Kota Baru, Ternate. 

Topik ini didiskusikan mengingat Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) dinilai membahayakan kehidupan rakyat. Sisi lain, aturan yang ditentang luas masyarakat sipil ini disebut memfasilitasi oligarki tambang.

Maluku Utara salah satu daerah yang jadi rebutan investasi dari perkebunan, industri kayu, hingga pertambangan. Beberapa daerah telah dikeruk sumber daya, mulai dari nikel, emas dan mineral lainnya. Seperti di daratan Pulau Halmahera, Pulau Obi, Pulau Gebe, dan pulau-pulau kecil lainnya.

Dengan adanya UU Cipta Kerja, pulau-pulau kecil di Maluku Utara ini bakal makin masif diberi keleluasaan kepada korporasi mengeruk mineral yang terkandung di dalamnya.

Ismail Ade, Ketua Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Ternate mengatakan UU Cipta Kerja sejak awal telah cacat secara hukum dan terbukti inkonstitusional. Namun, tetap dikebut dan disahkan menjadi undang-undang oleh pemerintah dan DPR RI.

“Disini kita mampu melihat ketidak konsistennya DPRD terhadap perubahan atau perbaikan undang-undang cipta kerja tersebut,” ungkap Ismail dalam diskusi itu

Senada dengan itu, Aldi Haris, anggota Liga Mahasiswa Indonesia Demokratik (LMID) Ternate mengatakan proses pembentukan undang-undang cipta kerja sudah cacat secara hukum. Akan semakin berbahaya saat penerapannya di lapangan.

Kata Aldi, salah satu aturan yang mendiskriminasi buruh dalam Undang- Undang nomor 2 tahun 2023 terkait dihapusnya perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

“Penghapusan PKWT akan timbulkan kekosongan hukum, dengan begitu perjanjian dikembalikan kepada pemberi kerja dan pekerja sehingga tidak ada jaminan kesejahteraan bagi pekerja. Hal ini berpotensi munculnya kesewenang-wenangan terhadap pekerja,” ujarnya. 

Perusahaan memiliki wewenang dalam penentuan upah serta kontrak kerja dengan buruh. Ini semakin melemahkan daya tawar buruh di hadapan perusahaan. Artinya akan menyediakan gelombang buruh yang banyak dengan upah yang rendah.

Aldi menilai kehadiran undang-undang ciptaker akan semakin membuka jalan kesewenang-wenangan pemilik modal yang ada di Indonesia. Sehingga tidak semestinya diterapkan.

Lapak buku Perpustakaan Jalanan Ternate saat diskusi, Selasa (16/5/2023)  Foto: Ardian M Djauna/LPM Aspirasi.


Tambang Ancaman Bagi Perempuan

“Dalam membicarakan 25 tahun reformasi dan malapetaka Perppu berbahaya terhadap rakyat serta kaitannya dengan hari anti tambang internasional, perlu juga membedah konteks tambang dan keterkaitan dengan perempuan,” ungkap Lena, seorang aktivis perempuan yang jadi pembicara.

Menurut dia, dampak yang ditimbulkan dari operasi ekstaraksi tambang sangat berbahaya. Kerusakan lingkungan akan menjadi inti dari kemunduran kedaulatan pangan.  Ini sangat terkait dengan perempuan.

Lena bilang, hilangnya lahan pertanian akan semakin meminggirkan perempuan dalam urusan pangan. Sebab kultur sosial masyarakat kita menempatkan perempuan sebagai penanggung jawab dalam memperhatikan dan mengurus makanan keluarga. 

“Biasanya aktifitas berkebun erat kaitannya dengan mama-mama, sehingga ketika lahan perkebunan dialihkan menjadi tambang maka mereka akan kehilangan aktifitas berkebunnya,” ujarnya.

Perempuan juga, bagi dia hanya memiliki sedikit atau sama sekali tak ada kekuasaan untuk memperoleh manfaat atas pembangunan pertambangan. Tetapi perempuan yang terkena dampak paling banyak.

“Perempuan memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita kemiskinan, terutama rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan. Menambah beban ganda (ekonomi dan domestik) perempuan, seperti membersihkan rumah berulang akibat debu perusahaan” ungkap Lena. 

Selain itu, kehadiran pertambangan jugan akan menstimuluskan atau menghadirkan resiko HIV/AIDS dan infeksi penyakit kelamin lainnya, lalu kejahatan keluarga, pemerkosaan dan prostitusi.

Pentingnya Perjuangan Kelas dalam Melawan

Ridwan Lipantara, Ketua organisasi Pembebasan Ternate mengungkapkan, saat ini banyak problem yang terjadi. Termaksud kebijakan yang menindas ini. Sehingga kita perlu untuk melawan. Namun upaya itu tidak boleh sekadar urusan ekonomi, melainkan punya kesadaran politik.

“Untuk jadi revolusioner dalam perlawanan, orang harus punya kesadaran politik. Baik itu gagasan politiknya dan juga tindakan politiknya. Kalau tidak punya itu kita akan sulit dalam berjuang,” terangnya.

Kata Ridwan, kaum buruh, miskin kota, petani, perempuan di negara kapitalis bisa saja tidak menyadari kepentingan-kepentingan fundamentalnya. Hal ini membuat mereka membatasi perjuangan mereka hanya untuk mendapatkan reformasi-reformasi terbatas yang tidak langsung menohok posisi dan kepentingan kelas kapitalis yang paling mendasar.

“Sebagai contoh, kelas buruh hanya menuntut kenaikan upah, pengurangan jam kerja, dan sebagainya. Secara ekonomi itu penting, tapi tidak fundamental,” ungkap Ridwan.

Dia bilang, kepentingan kelas proletariat yang paling mendasar itu menghapuskan pemilikan pribadi terhadap alat-alat produksi. Persoalan itu disebabkan karena proletariat sendiri merupakan kelas yang tak bermilik, dan pemilikan pribadi terhadap alat-alat produksi itu sendiri merupakan penghisapan dan penindasan.

“Borjuasi dan proletariat adalah kelas-kelas yang antagonistik karena kepentingan-kepentingan mereka saling bertentangan secara diametrial dan tak bisa didamaikan,” tuturnya.

Ridwan menilai penting perjuang politik. Karena perjuangan politik bentuk perjuangan kelas proletariat yang tertinggi dalam melawan borjuasi. Tujuan akhir dari perjuangan ini perebutan kekuasaan oleh kaum proletariat. Dengan begitu akan membuka jalan bagi pembebasan sosial melalui penghapusan sistem penghisapan kapitalis. 

“Berbeda dengan perjuangan ekonomi yang tak lebih hanya untuk memenuhi kebutuhan sosial-ekonomi sehari-hari, maka perjuangan politik dilancarkan untuk memperjuangkan kepentingan kelas proletariat yang paling mendasar. Kesemuanya itu hanya bisa dipenuhi dengan transformasi politik radikal,” tegasnya.

Bagi mahasiswa salah satu kampus di Ternate itu, untuk menjawab seluruh rangkaian masalah yang disebutkan tadi, mulai dari masifnya industri ekstraktif yang marampasnya lahan-lahan rakyat, dan pemberangusan ruang-ruang demokrasi. Ini sekadar merefleksikan situasi objektif yang terjadi di Halteng, Obi, lalu berbagai represif oleh kekuatan negara TNI dan Polri.

“Justru menjadi satu realitas untuk mampu menjawab seluruh problem ini adalah memperkuat kesadaran perjuangan kelas,” tegas Ridwan.


Reporter: Yulinar Sapsuha dan Ardian M Djauna

Editor: Darman Lasaidi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama