Mahasiswa di Ternate Desak Pemerintah Tarik Militer Organik dan Non-Ornaik dari Papua

Massa aksi PRP di depan Pasar Barito, Gamalama, Kota Ternate,  Senin (8/5/2023) Foto: Hairul Rahmat/LPM Aspirasi.


LPM Aspirasi — Belasan mahasiswa menggelar demo desak pemerintah tarik militer organik dan non-organik dari tanah Papua. Aksi itu berlangsung pada Senin (8/5/2023) di depan pasar Barito, Gamalama, Kota Ternate. 

Massa aksi merupakan mahasiswa Indonesia dan Papua yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) Sekertariat Bersama (Sekber) Kota Ternate. Aksi ini menyusul perubahan status operasi TNI di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan, yang naik menjadi siaga tempur.

Massa menilai pendekatan militeristik dalam mengatasi konflik di Papua akan meningkatkan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Situasi ini mengancam keselamatan warga sipil, juga Phillip Mehrtens, pilot Susi Air asal Slandia Baru yang masih disandera kelompok pro-kemerdekaan pimpinan Egianus Kogoya.

“Tingginya eskalasi konflik serta masifnya operasi militer yang terus meningkat makin memperparah kondisi serta situasi yang ada di Papua,” ungkap Peri, Koordinator Aksi.

Kata dia, perubahan status operasi juga berpotensi terjadi pelanggaran HAM dengan korban jiwa juga makin besar. Apalagi korbannya tidak hanya warga sipil, namun juga dari kalangan aparat keamanan.

“Negara harusnya melakukan dialog damai untuk menyelesaikan konflik Papua. Situasi HAM di tanah Papua saat ini sudah sangat menghawatirkan,” ungkapnya.

Peri bilang, dalam catatan Amnesty Internasional Indonesia sudah 179 warga meninggal dalam lima tahun terakhir. Puluhan kasus pembunuhan terjadi di luar hukum yang melibatkan aparat keamanan dan kelompok pro-kemerdekaan Papua.

Massa aksi memegang poster tuntutan di depan pasar Barito, Gamalama, kota Ternate, (8/5/2023). Foto: LPM Aspirasi/Hairul Rahmat.


“Negara perlu lakukan pendekatan dialog dengan pihak-pihak terkait untuk mencegah potensi pelanggaran HAM dan krisis kemanusiaan yang lebih besar,” ujar mahasiswa asal Papua itu.

Peningkatan status operasi menjadi siaga tempur dilakukan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono pada Selasa 18 April lalu. Hal ini dilakukan setelah serangan kelompok pro-kemerdekaan Papua pada Sabtu 15 April tewaskan seorang prajurit TNI, empat orang alami luka-luka, serta empat lainnya hilang di Nduga, Papua Pegunungan, dalan upaya mencari pilot Susi Air yang disandera kelompok pro kemerdekaan Papua sejak 7 Februari 2023.

Ridwan Lipantara, salah satu massa aksi menyatakan, dalam lima tahun terakhir kasus pelanggaran HAM terus terjadi. Baik pembunuhan diluar hukum maupun pelarangan kebebasan berekspresi. 

“Sudah banyak orang Papua yang mati, mengungsi, dan dipenjara. Banyak dari mereka alami trauma berkepanjangan, serta demostrasi damai yang ingin dilakukan alami pembubaran,” tandasnya.

Sejak 2018 hingga 2022, kata Ridwan mengutip Amnesty International Indonesia, terdapat 94 kasus pembunuhan di luar hukum yang melibatkan aparat TNI, Polri, petugas lembaga pemasyarakatan, dan kelompok pro-kemerdekaan Papua yang menewaskan 179 warga sipil.

“Kami mendesak negara menarik militer organik dan non-organik dari tanah Papua, sebab eskalasi kekerasan terus terjadi di sana, harus ada upaya lain demi menyelesaikan konflik di Papua yang lebih damai dan demokratik,” ujar Ridwan.


Reporter: Hairul Rahmat

Editor: Darman Lasaidi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama