Pembebasan Kota Ternate Gelar Aksi Tolak UU Ciptaker dan Pemilu 2024

Massa aksi Pembebasan di Landmark Kota Ternate, Sabtu (15/4/2023) Foto: Hairul Rahmat/LPM Aspirasi.


LPM Aspirasi — Belasan mahasiswa melakukan demonstrasi di depan Taman Nukila, Jalan Sultan M Djabir Sjah dan Landmark, Jalan Revolusi, Muhajirin Kota Ternate pada Sabtu (15/4/2022). Massa yang tergabung dalam organisasi Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (Pembebasan) Kolektif Kota Ternate itu, menyerukan Jegal Neoliberalisme, Tolak Undang-Undang Cipta Kerja dan Tolak Pemilu 2024.

Mereka menilai permasalahan ekonomi di Indonesia disebabkan sistem neoliberal. Negara melepas tanggungjawab pemenuhan kesejahteraan rakyatnya kepada mekanisme pasar. Imbasnya berbagai kebijakan yang diambil menyengsarakan rakyat.

Mulai dari dicabutnya subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 3 September tahun lalu yang mengakibatkan kenaikan harga BBM hingga sebesar 30%. Dampaknya terjadi kenaikan harga barang dan jasa akibat inflasi mencapai 1,1%. Serta disahkannya Undang-Undang nomor 2 tahun 2023 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). Peraturan yang dinilai menyengsarakan buruh.

“Kenaikan harga barang sudah bisa terprediksi karena BBM merupakan kebutuhan paling mendasar dalam kegiatan ekonomi masyarakat di Indonesia. Rantai distribusi yang panjang ditambah dengan buruknya sistem transportasi publik mendorong besarnya konsumsi BBM,” ungkap Isra Dipantara, Koordinator aksi.

Kebijakan ini, menurut dia kembali menunjukan karakter asli pemerintahan Indonesia, yakni neoliberal. Negara berperan untuk melindungi pasar agar tetap kompetitif, kepemilikan pribadi, serta memperkuat kontrak-kontrak perusahaan swasta.

Massa aksi Pembebasan di depan taman Nukila Kota Ternate, Sabtu (15/4/2023) Foto: Hairul Rahmat/LPM Aspirasi.


“Pemerintah berdalih harga BBM harus dinaikan karena telah membebani APBN dan tidak tepat sasaran. Kebijakan ini satu dari sekian banyak kebijakan pemerintahan yang menunjukkan boroknya neoliberalisme, namun terus dilanggengkan sederet rezim yang berkuasa di Indonesia,” ungkapnya.

Dari situ, kata Isra, rezim Jokowi juga sudah menunjukan belang kebijakannya dengan mensahkan Undang-Undang Cipta Kerja. Perangkat hukum yang dibuat guna menambah ancaman bagi tenaga kerja.

“Hal ini akan membuka peluang investasi lebih besar sehingga membuka lapangan kerja yang hanya akan menguntungkan para pemodal internasional, nasional dan lokal,” tandasnya.

Sejak awal perangkat hukum ini ditolak. Bahkan setelah disahkan Mahkamah Konstitusi memutuskan undang-undang cipta kerja inkonstitusional. Bukanya mematuhi putusan MK, pemerintah malah menggunakan hak vetonya untuk menerbitkan Perppu.

Kini disahkan jadi Undang-Undang lagi. Ketua DPR RI Puan Maharani mengesahkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Pengesahan tersebut dilakukan melalui Sidang Paripurna ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023, Selasa, (21/3/2023).

“Kami menilai persetujuan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang sengaja dibuat dengan upaya licik yang sarat akan pembangkangan, pengkhianatan serta kudeta terhadap Konstitusi UUD,” tegas Isra.

Isra bilang, pemerintahan Jokowi menutup rapat mata dan telinga. Mereka tak hiraukan gelombang protes penolakan yang berulang kali digaungkan oleh kelompok buruh, mahasiswa, hingga akademisi.

Pembacaan sikap di depan Landmark Kota Ternate, Sabtu (15/4/2023) Foto: Hairul Rahmat/LPM Aspirasi.


“Jelas jika kepentingan rakyat tidak diakomodir, berarti ada kepentingan lain,” ujar mahasiswa salah satu kampus di Ternate itu.

Dia juga menuturkan UU Cipta Kerja akan beri perusahaan wewenang dalam penentuan upah serta kontrak kerja dengan buruh. Tak hanya itu, undang-undang ini semakin melemahkan daya tawar buruh di hadapan perusahaan. Artinya akan menyediakan gelombang buruh yang banyak dengan upah yang rendah.

“Dari berbagai situasi itu, kami menolak pemilu 2024. Kami menilai pemilu 2024 hanya untungkan para pemodal dan borjuis di Indonesia, namun tidak demokratis bagi rakyat miskin,” tegas Isra.

Tuntutan Aksi

Dari berbagai persoalan yang ada, Pembebasan Kolektif Kota Ternate mendesak:

1. Naikan upah buruh 100%.
2. Lawan komersialisasi pendidikan dan wujudkan demokratisasi kampus.
3. Kesehatan dan pendidikan gratis untuk rakyat.
4. Hentikan perampasan ruang hidup di maluku utara.
5. Sahkan rancangan UU Perlindungan Pekerja Rumah tangga.
6. Naikan harga komoditas petani lokal (pala, cengkeh, kopra dan lain-lain)
7. Bebaskan Tahanan Politik Papua tanpa syarat.
8. Stop kriminalisasi aktivis Papua.
9. Tangkap dan adili pelaku pelanggaran HAM di Papua.
10. Hentikan pembungkaman ruang demokrasi di Papua.
11. Kuota 50% untuk perempuan di seluruh jabatan publik.
12. Perluas demokrasi, lawan rasisme dan berikan kebebasan berideologi, beragama dan berkeyakinan.
13. Berikan Hak marternitas sepenuhnya pada buruh perempuan.
14. Tolak perkawinan anak.
15. Pemenuhan hak terhadap orang dengan disabilitas.
16. Berikan perlindungan dan hak dasar bagi minoritas gender.
17. Implementasikan PERMENDIKBUD No 30 Tahun 2021.
18. Golput Pemilu 2024.

Reporter: Hairul Rahmat
Editor: Darman Lasaidi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama