AMP Komite Kota Ternate Kecam Kekerasan Terhadap Mahasiswa Papua di Bali

Ilustrasi pemukulan. Sumber: Beritasatu.com


LPM Aspirasi-- Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Kota Ternate dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Wilayah Maluku Utara mengecam represifitas terhadap mahasiswa Papua oleh ormas reaksioner di Bali. 

Melalui pernyataan sikap tertulis, yang dirilis pada, Selasa (4/4/2023) mereka mendesak pihak keamanan dan pemerintah kota Bali melakukan pengusutan. Tindakan itu dinilai mencederai hak kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.

Ronald, Ketua AMP komite kota Ternate mengutuk keras tindakan kekerasan terhadap teman-teman mereka di Bali. Kekerasan yang dilakukan ormas reaksioner ini perlu ada sikap tegas dari pemerintah kota Bali dan juga pihak keamanan. Apalagi tindakan kekerasan yang dilakukan sebabkan banyak mahasiswa Papua alami luka. 

“Sangat disayangkan, padahal saat aksi berlangsung banyak pihak keamanan di lokasi namun gagal mengamankan massa,” ujarnya.

Represifitas dan kekerasan ini terjadi saat mahasiswa Papua hendak melakukan aksi pada Sabtu (1/04/23). Mahasiswa Papua ingin suarakan pelanggaran HAM dan situasi demokrasi di Papua. Saat menuju titik aksi, massa dihadang ormas reaksioner yang berujung kekerasan. Massa dilempari batu, botol, dipukul dengan bambu, kayu, serta disiram air merica.

“Akibatnya, tiga belas orang alami luka di kepala, tangan, dan kaki. Sejumlah perlengkapan aksi seperti poster, peti simbolik, dan tali juga dirusak, spanduk aksi dirampas,” sebut Mahasiswa asal Papua itu.

Ronald menyayangkan pihak kepolisian, Satpol PP dan aparat keamanan lainnya yang telah berada di lokasi sejak awal massa aksi berkumpul. Mereka justru gagal memberikan perlindungan pada massa aksi yang melakukan kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat.

“Keterangan teman-teman di sana, terkesan ada pembiaran oleh pihak keamanan terhadap tindakan ormas reaksioner. Ini justru mencederai hak mengemukakan pendapat di muka umum yang dijamin konstitusi,” tandasnya.

Masalah ini, menurut Ronald tunjukan ruang demokrasi di Indonesia semakin dibungkam. Menyuarakan pendapat semakin sulit. Karena itu, seharusnya aparat pemerintah dan kepolisian menjalankan kewajibannya memberikan perlindungan. Ini sebagai amanat dalam konstitusi.

“Kapolda Bali juga perlu lakukan evaluasi dan pemeriksaan anggotanya yang terlibat dalam pengamanan aksi pada 1 April 2023. Karena  kami menduga ada pelanggaran etik dan disiplin POLRI terkait pembiaran kekerasan dan penghalangan aksi. Mereka juga harus memproses hukum pelaku kekerasan,” ungkapnya.

Ronald bilang, Komnas HAM juga mestinya melakukan pemantauan atas represifitas dan pembiaran kekerasan. Karena kejadian macam ini terus berulang terhadap aktivitas menyampaikan pendapat mahasiswa Papua di Bali. Mereka perlu mengambil langkah-langkah untuk memfasilitasi hak dan kebebasan berpendapat mahasiswa Papua sebagaimana yang dijamin konstitusi.

“Kami mengecam tindakan pembungkaman demokrasi, serta hentikan segala bentuk diskriminasi dan intimidasi terhadap mahasiswa Papua,” tegas Ronald.


Reporter: Hairul Rahmat

Sumber: Pernyataan Sikap AMP Kota Ternate

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama