Mahasiswa di Ternate Demo Tolak PERPPU Cipta Kerja

Massa aksi di depan Kantor Walikota Ternate, Maluku Utara, pada Selasa (4/4/2023) Foto: Rajuan Jumat/ LPM aspirasi.


LPM Aspirasi — Mahasiswa Universitas Khairun (Unkhair) Ternate menggelar demostrasi tolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja pada Selasa (4/4/2023) di depan Kantor Walikota Ternate, Maluku Utara. 

Aksi bertajuk “Tolak Pengesahan Perppu Cipta Kerja” itu dimulai sekira pukul 11.00 WIT. Massa menilai aturan yang diterbitkan pada 21 Maret 2023 itu terdapat pasal bermasalah, serta mencederai demokrasi. Apalagi sejak awal pembentukannya terdapat banyak kontroversial.

Risdian kayang, Koordinator aksi mengatakan perppu nomor 2 tahun 2022 tentang cipta kerja ini banyak pasal bermasalah. Persoalan itu akan mendiskriminasi pekerja. Misalnya penghapusan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

“Penghapusan PKWT akan timbulkan kekosongan hukum, dengan begitu perjanjian dikembalikan kepada pemberi kerja dan pekerja sehingga tidak ada jaminan kesejahteraan bagi pekerja. Hal ini berpotensi munculnya kesewenang-wenangan terhadap pekerja,” ujarnya. 

Massa aksi melakukan orasi di depan Kantor Walikota Ternate, Selasa (4/4/2023) Foto: Rajuan Jumat/ LPM Aspirasi.


Kata Risdian, aturan ini sudah ditolak sejak pidato presiden pada Oktober 2019 mengenai gagasan Undang-Undang Omnibus Law. Bahkan penolakan terus dilakukan berbagai elemen masyarakat saat disahkan pada 5 Oktober 2020 menjadi undang-undang nomor 11 tahun 2022 tentang cipta kerja.

“Namun satu-satunya jalan yang ada dalam konstitusi untuk membatalkan produk undang-undang hanya judicial review. Lalu MK memutuskan aturan itu cacat dan inkonstitusional bersyarat. Bukannya patuh pemerintah malah menggunakan hak veto untuk keluarkan perppu,” ungkapnya.

Risdian bilang ini juga mencederai demokrasi karena tidak ada alasan logis tentang urgensi aturan itu. Padahal putusan MK cacat formil sebab minim partisipasi saat dirumuskan. Ada juga muatan di dalamnya kontradiktif dengan asas pembentukan undang-undang.

“Dari sini, DPR RI diberi waktu dua tahun. Mereka harus penuhi aspek yang dinilai MK bermasalah sebelum disahkan kembali,” ungkapnya.

Setelah dua tahun, DPR tidak mampu penuhi permintaan MK. Hal ini terkesan aneh. Padahal pembentukan undang-undang ini hanya memakan waktu satu tahun. Alasan itu juga memaksa pemerintah terbitkan Perppu.

Massa aksi sempat bersitegang dengan pihak keamanan. Selasa (4/4/2023) Foto: Rajuan Jumat/LPM Aspirasi.


“Parahnya, pembentukan perppu tidak harus membuka ruang partisipasi karena kegentingan yang memaksa. Artinya masyarakat tidak diikutsertakan dalam perumusan,” tutur mahasiswa Unkhair itu.

Sementara itu, Junaidi Ibrahim, Presiden BEM Universitas Khairun mengatakan aksi  kali ini merupakan langkah awal. Mereka akan kembali menggalang massa untuk melakukan aksi.

“Kami akan terus lakukan penolakan. Karena ini juga punya asas saling hubung nantinya dengan perampasan ruang hidup, dan perusakan lingkungan. Apalagi pemerintah dinilai terkesan memaksakan produk hukum ini,” tandasnya.

Kata dia, kalau masyarakat menolak namun pemerintah mekasakan maka bisa berspekulatif ada kepentingan yang diakomodasi pemerintah selain kepentingan masyarakat. Sehingga jadi wajar dan harusnya seluruh mahasiswa menyuarakan dan menolak produk hukum tersebut.


Reporter: Yulinar Sapsuha

Editor: Nurdafni K Hamisi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama