Masyarakat Jadi Korban Gas Air Mata saat Demo Tolak Kenaikan BBM di Ternate

Potret bayi yang terkena gas air mata saat digendong ayahnya, Ardian. Selasa (18/4/2022) Foto: Panji/LPM Aspirasi 


LPM Aspirasi -- Penggunaan gas air mata saat kericuhan ujuk rasa di jalan Bandara Sultan Babullah, Kota Ternate, Maluku Utara pada Senin (18/4/2022), berdampak pada warga Kelurahan Akehuda.

Aksi menyoal kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan wacana penundaan pemilu itu, awalnya berjalan damai. Namun kericuhan terjadi sekira pukul 16.00 WIT. Lemparan batu dari arah mahasiswa, di balas tembakan  gas air mata dan water cannon oleh Kepolisian.

Dari pantauan aspirasipress.com, Kericuhan terjadi dua kali. Saat pecah kericuhan yang kedua, kepolisian mengejar mahasiswa hingga ke pemukiman warga. Selain massa aksi, sejumlah warga dan penjual takjil terkena dampak gas air mata. 

Masria, warga Kelurahan Akehuda yang menjual takjil di emperan jalan, beserta Ibu-ibu mengeluhkan imbas gas air mata.

Torang [kami] penjual di sini dapat gas air mata semua, tong pe mata me pedis dan susah banafas [Mata kami perih dan sulit bernafas],” ucap Masria.

Sementara Sherly, masyarakat setempat bilang, bukan hanya di jalan, melainkan sampai masuk ke bagian dalam gang pemukiman. 

"Bahkan ada Polisi yang mau masuk di dalam kosan putri untuk cek massa aksi," ungkapnya.

Efek gas air mata juga menyasar ke rumah warga. Seorang bayi berusia 5 bulan turut menjadi korban. Mutia Ahmad, ibu dari bayi yang terkena gas air mata, sempat histeris melihat anaknya menagis dan badanya lemah.

Ia sempat mengamankan anaknya di bawah meja. Tetapi kondisi anaknya makin parah. Warga lalu datang menolong, anaknya dilarikan warga ke belakang rumah dan dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

Sementara, Ardian, ayah bayi yang melihat anaknya menangis karena kena gas air mata,  sontak marah dan keluar membawa sebilah parang untuk memprotes ke Kepolisian.

Ardian turut di tangkap dan di bawah ke kantor Polisi. “Suami saya tidak pernah ikut campur dalam aksi apapun,  tapi karena anak saya sudah seperti ini makanya suami saya harus ikut keluar,” ujar Mutia.

Mutia juga menyayangkan sikap kepolisian yang enggan bertanggungjawab. Pasalnya dia bilang Polisi meminta keduanya agar tidak meributkan insiden yang hampir megenggut nyawan anak mereka.

“Saya tidak tahu kondisinya, sekarang dorang bawa lari ke rumah sakit. Dorang bilang badiam-badiam tarausa baribut-baribut kalau selesai dari sini. Berarti dorang tarada rasa tanggungjawab sama sekali. Asal la janji kase pengobatan atau apa ka,  ini tarada. Dorang cuman suru saya badiam jangan berkoar-koar,” kesalnya.

Ardian sendiri mengatakan seharusnya aparat berfikir kalau di sini (Kelurahan Akehuda) merupakan lingkungan masyarakat dan gas air mata akan lari masuk kemana-mana.


Reporter: Nurdafni K Hamisi

Editor: Darman Lasaidi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama