PPMI Siap Mengawal Kasus Represif Terhadap Pers Mahasiswa

Penyerahan Bendera PPMI dan pergantian kepengurusan Sekjen Nasional PPMI dari Sekjen Nas lama, Rahmat Ali (kanan) kepada Sekjen Nas terpilih periode 2020-2021, Made Aristya Kerta Setiawan (kiri) 
Represif terhadap persma tidak bisa dibenarkan, sangat menyalahi demokrasi

LPMKULTURA.COM -- Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) menilai kasus represi terhadap pers mahasiswa makin masif terjadi, terutama di kampus-kampus di Indonesia.

Berdasarkan hasil riset Badan Pengurus Advokasi PPMI Nasional tercatat, sepanjang tahun 2017-2019, ada 58 jenis represi dari 33 kasus represi terhadap pers mahasiswa.  Represif yang paling sering dialami adalah intimidasi [dua puluh kali], pemukulan [delapan kali], ancaman drop out (DO) [empat kali], kriminalisasi [empat kali], dan penculikan (tiga kali).

"Ada juga penyensoran berita, ancaman ditahannya dana kemahasiswaan, pembubaran aksi, pembekuan organisasi, kekerasan seksual, serta ancaman pembunuhan yang masing-masing tercatat pernah terjadi sebanyak dua kali," ujar Parle, Kordinator BP Advokasi PPMI Nasional yang baru terpilih periode 2020-2021, Senin (17/2/2020), di Kongres Nasional PPMI ke-XV, bertajuk "Memperkokoh Militansi Pers Mahasiswa di Bawah Tekanan Oligarki,” selama enam hari, mulai pada 12-17 Februari 2020, di Vihara Avalokitesvara, Candi Utara, Polagan, Galis, Pamekasan, Madura.

Selain itu, Mantan Ketua PPMI Dewan Kota Makassar itu bilang, ada satu kali represi jenis penyebaran hoaks, pencabutan tulisan, ancaman perusakan sekretariat, pembubaran diskusi, pemecatan anggota, peleburan organisasi, dan perundungan.

Upaya Melawan Represif

Menurutnya, BP Nas PPMI, akan mengupayakan semaksimal mungkin membangun paradigma kritis persma untuk membangun kesadaran kolektif melawan represif. "Dan secara umum menyikapi masalah represi dikalangan mahasiswa."

Represi yang dipraktekkan oleh birokrasi kampus, tambah Parle, tentu tidaklah bisa dibenarkan, karena sangat menyalahi prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan perguruan tinggi.

"Kan pihak kampus juga haruslah menghargai mimbar akademik dalam kampus, tapi nampaknya birokrasi mengabaikan itu karena wacana industrialisasi pendidikan juga menjadi agenda besar dari rezim oligarki saat ini yang memandang kampus sebagai instrumen penyuplai tenaga kerja buat diperbudak nantinya dalam industri kapital," terang mahasiswa UMI Makassar dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Cakrawala Ide itu.

BP Nas PPMI juga kedepan akan memaksimalkan sosialisasi soal pengadvokasian dan FGD terkait masalah-masalah persma untuk membangun kesadaran kritis.

"Dan kami juga akan mencoba memaksimalkan peranan BP Advokasi yang ada di kota atau dewan kota PPMI untuk juga berpartisipasi aktif dalam agenda ini," tururnya

Sikap Bapenas PPMI ini tercantum dalam MoU yang ditandatangani oleh hampir seluruh LPM yang hadir saat Kongres, di Madura, 12-17 Februari 2020 kemarin. Dalam Kongres itu, Made Aristya Kerta Setiawan Sekjend PPMI Dewan Kota (DK) Bali terpilih sebagai Sekjend Nasional periode 2020-2021 menggantikan Rahmat Ali, Sekjen PPMI Nasional sebelumnya.

Saat dikonfirmasi, Made Aristya mengatakan untuk melawan represi kampus sangat penting untuk terus berjejaring membangun solidaritas sebagai pers mahasiswa.

"Kita melawan represifitas dengan kekuatan bersama," tambahnya, Dodek, panggilan akrab Sekjen Nasional PPMI baru terpilih itu 

Redaksi: Ajun

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama