(Dari kiri) Fahrul, Arbi, Fahyudi dan Ikra duduk di pelataran gedung rektorat Unkhair (lpmkultura/Ajun) |
LPMKULTURA.COM – Fahrul Abdullah (24) mengempul
asap kretek rokok di mulutnya. Dia bersama Arbi M. Nur, Fahyudi, dan Ikra S.
Alkatiri duduk di pelataran, dibawa lantai tangga gedung rektorat Universitas
Khairun (Unkhair), Selasa (28/1/2020). Waktu sudah menunjukan pukul 20.00 WIT. Tak
ada makanan, hanya beberapa botol air mineral tergeletak di depan mereka.
Malam itu begitu hening. Mereka duduk saling bercengkrama.
Candaan mereka menutupi suara jangkrik yang sedang kelaparan. Namun, protes
tetaplah protes, walau tak menggunakan pengeras suara (megavon), atau
teriak-teriak menuntut keadilan. Tekad mereka cukup kuat; menuntut agar rektor
Unkhair, Husen Alting, mencabut Surat Keputusan (SK) Drop Out (DO).
Guraun itu tak berlangsung lama. Jelang
beberapa menit, datang seorang petugas kampus. Dia bertanya kepada keempat
mahasiswa;“Kalian ngapain disini?,”, “Kami hanya mau duduk dan tunggu bertemu
rektor,” jawab Arbi perlahan.
“Tidak. Kalian pulang. Mau ketemu rektor tunggu
besok,” tegas petugas kampus.
Adu-mulut terjadi. Fahrul ditarik tangannya
untuk berdiri. Dia ikut. Namun, petugas itu mendorong Fahrul dan hampir
tersungkur. Tentu Fahrul dan Arbi geram. Mereka dipaksa hingga turun dari
pelataran rekotrat. Lain halnya Ikra dan Fahyudi, mereka berdua masih saja
duduk di tangga utama dekat jalan umum rektorat. Hingga dipaksa pulang.
Pasalnya, aksi ini telah berlangsung sejak
pukul 11.30 WIT tadi. Keempatnya melakukan aksi membentangkan poster di tangga
naik lantai dua gedung rektorat Unkhair. Disitu, sempat cekcok. Poster yang dipegang
Ikra diremuk seorang petugas keamanan
kampus (satpam) hingga kusuk. Namun bisa dikendalikan. Mereka duduk dan
bentangkan poster hingga semua warga kampus pulang.
“Sudah terlalu banyak uang orang tua kami habis
karena untuk kami kuliah” cuplikan sebuah poster yang dipengang Arbi. Dari poster
lain, mereka juga meminta agar rektor mencabut SK DO.
SK DO itu terbit sejak 12 Desember 2019 lalu
dengan nomor: 1860/UN44/KP/2019 yang ditanda tangani oleh rektor Unkhair, Husen
Alting. Fahrul bersama ketiga temannya dinilai mengancam integritas bangsa dan
melanggar kode etik akademik lantaran ikut aksi yang digelar oleh Front Rakyat
Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) dan Komunitas Mahasiswa Papua (KMP) pada 2
Desember lalu.
Aksi kala itu memperingati hari deklarasikemerdekaan bangsa West Papua 58 tahun silam, yang jatuh pada 1 Desember 1961, di
depan kampus Muhammadiyah Maluku Utara. Itu diwarnai dengan represifitas. Setidaknya
10 orang ditahan.
Jelang pukul 21.30 WIT malam tadi, Fahrul dan
ketiga temannya dibubarkan secara paksa.
“Ya, kami dibubarkan oleh pihak kampus malam
ini,” kata Arbi saat dikonfirmasi.
Reporter: Ajun