Aksi mahasiswa didepan rektorat Unkhair (LPMKultura/Ajun) |
LPMKULTURA.COM -- Puluhan massa mahasiswa yang tergabung dalam aksi bertajuk #CabutSKRektorUnkhair berbondong-bondong melakukan longmars dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Khairun (Unkhair) menuju depan gedung rektorat Unkhair, Senin (13/1/2020) tadi untuk melakukan aksi bisu. Massa aksi ini berasal dari berbagai kampus di Kota Ternate dengan aliansi Solidaritas Perjuangan Demokrasi Kampus (SPDK).
Aksi diam dengan melakban mulut petanda simbol #demokrasidibungkam ini dimulai sekitar pukul 10.30 WIT. Mereka berbaris di pelataran dan tangga rektorat. Tak berlangsung lama, sekira 30 menit, Pendamping Hukum Kuswandi Buamona, Rizkal Kunio yang saat itu sedang berada di rektorat untuk bertemu dengan pihak universitas turun bergabung dengan massa aksi.
Rizkal kemudian memberikan keterangan kepada sejumlah awak media. Katanya dia tidak bertemu rektor sehingga difasilitasi dengan Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Syawal Abdulajid.
Perbincangan mereka seputar kasus empat mahasiswa Unkhair yang di-drop out (DO) pihak kampus melalui Surat Keputusan (SK) Nomor 1860/UN44/KP/2019. Seperti diberitakan sebelumnya, empat mahasiswa yang terkena DO diantaranya, Arbi M. Nur (Prodi Kimia) dan Ikra S Alkatiri (Prodi PPKn) dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Fahyudi Kabir Prodi Elektro dari Fakultas Teknik, dan Fahrul Abdullah Prodi Kehutanan, Fakultas Pertanian.
Keempatnya dinilai melanggar kode etik mahasiswa dan melakukan tindakan disitegrasi bangsa kaena ikut demo peringati 58 tahun deklarasi kemerdekaan West Papua, 2 Desember 2019 lalu di depan Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.
Kata Rizkal, setelah menjelaskan, Warek III tetap memilih menempuh jalur letigasi atau penyelesaian melalui jalur hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Disisi lain, Rizkal juga menyebut baiknya ke PTUN di Ambon.
"Supaya di sana kita lebih mendapat kepastian, apakah SK itu dikeluarkan sudah sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik dan sudah sesuai dengan prosedur pengambilan keputusan di unit tingkat Universitas, mulai dari fakultas, senat atau tidak, nanti kita buktikan di PTUN," terangnya
Namun, Rizkal bilang masih ada satu alternatif di jalur non-letigasi. Tapi ia enggan menyebut bentuk-bentuknya seperti apa. Itu pekerjaan lain. Bila yang terakhir pun masih buntut. Maka jalan satu-satunya ke PTUN. "Sampai dengan hari ini, saya di sini 80% kita harus ke PTUN, untuk kawan-kawan itu," jelasnya.
Sementara itu, untuk membawa perkara ini ke PTUN akan didurasikan waktu dengan penerbitan SK DO. Jangka waktu pendaftaran atau pengaduan gugatan ke PTUN adalah 90 hari setelah SK itu di tetapkan atau kebijakan itu di ambil.
"Kalau SK itu tertanggal 12 desember, berarti 90 hari sejak 12 Desember, artinya 3 bulan, jadi masi ada waktu ke PTUN," tambahnya lagi. Namun, pendamping hukum bersama Kuswani Buamona ini mengatakan tergantung keputusan empat klien mahasiswanya.
Usai menjelaskan itu, mahasiswa langsung membubarkan diri secara teratur pada pukul 12.00 WIT siang.
Pernyataan Pendamping Hukum itu pun dibenarkan Warek III Syawal Abdulajid saat sambangi di ruang kerjanya. Dia bilang, waktu Rizal masuk berkordinasi, sudah dia jelaskan bahwa bila empat mahasiswa yang di DO merasa keberatan, silahkan ke PTUN. "Kalau memang mau, karena hanya jalur [ke PTUN] itulah yang menyelesaikan masalah," tambah Syawal.
Syawal tegaskan bila empat mahasiswa itu hanya melakukan koordinasi dan turun aksi, maka hasilnya tidak ada. "Hasilnya akan tidak ada. Kan SK rektor itu sudah final," sembari berulang kali menegaskan siap berhadapan di PTUN nanti.
Reporter: Ajun