Suasana diskusi publik oleh sejumlah aktivis perempuan Maluku Utara di Cafe Djarod BTN, Kel. Maliaro Ternate Tengah (LPMKultura/Thaty) |
LPMKULTURA.COM - Aktivis perempuan Maluku Utara gelar diskusi publik bertajuk "Lawan Rape Culture di Kota Ternate", Rabu (11/12/19), di Djarod Cafe BTN, Kelurahan Maliaro, Kota Ternate Tengah.
Diskusi ini sebagai protes atas maraknya kasus kekerasan seksual, salah satunya rape culture yang dilakukan oleh MB alias Maryo melalui unggahannya di Facebook (2/12) pekan lalu. Alih-alih klarifikasi, Maryo dan teman-temannya justru menuai masalah baru.
Forum klarifikasi yang diadakan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Univ. Khairun, Rabu (4/12) malah memperkeruh suasana. Aktivis Womens’s March (WMT) Ternate, pun tak luput dari pelecehan diruang itu. Kronologi kejadian dan pernyataan sikap langsung itu naikkan melalui salah satu media kampus, LPM Mantra, pada 5 Desember 2019, satu hari pasca klarifikasi yang diklaim Maryo 'demokratis' itu.
Baca juga: Kisah Riskiwati, Menanti Beasiswa Dengan Numpang Makan dan Sering Puasa
Belakangan, usai diklarifikasi Maryo dan kedua temannya, pernyataan sikap bersama yang digalang untuk menjaring dukungan oleh puluhan orang dan lembaga organisasi untuk mengecam tindakan Maryo, ABT alias Ali dan RRK alias Rifki dimuat dalam situs resmi LPM Kultura dengan judul "Sikap Bersama: Kecaman untuk Maryo, Ali dan Rifki"
Sikap Maryo dan kedua temannya dimungkinkan akan digeser ke ranah hukum. Hal itu disimpulkan dari diskusi yang dimediasi oleh LSM Daur Mala, Womens’s March Ternate, Fajaru Maluku Utara, Srikandi Ternate, Alerta, KPG, dan P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayan Perempuan dan Anak) Malut.
Astuti N. Kilwouw, yang juga ikut mendampingi kasus tersebut mengatakan masalah tersebut akan di bawah ke institusi pendidikan tempat kuliahnya Maryo, Ali dan Rifki diberikan sanksi. Pun akan melayangkan surat ke organisasi ketiganya berhimpun untuk diminta agar ketiganya menyampaikan permohonan maaf juga mengakui kesalahan atas pernyataannya.
Baca juga: IPK Merosot, 43 Mahasiswa Unkhair Dicabut Beasiswanya
“Desakan ke kampus untuk memberikan sanksi kepada ketiganya itu sebenarnya agar ada efek jera dari pelaku saja. Kami dari awal tidak menginginkan masalah ini harus berbuntut pada pemberian sanksi, yang kami harapkan itu ada permohonan maaf dan penyesalan yang disampaikan oleh ketiganya secara terbuka, tapi sampai saat ini kan tidak pernah ada,” jelas Astuti, juga salah satu aktivis WMT dan Pengajar di sebuah Perguruan Tinggi di Maluku Utara.
Bagi Musrifa Alhadar, tidak ada toleransi terhadap Maryo, pengunggah instastory yang tengah viral dan kontroversial itu.’’kasus itu memicu pertemuan kita hari ini, dan pemerkosaan ansih kejahatan yang tidak ada toleransinya, dan berindikasi di hukum,’ katanya saat ditemui usai diskusi.
Disisi lain, kasus tersebut juga tak luput dari amatan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A). P3A berkomitmen untuk mensyukseskan program There ends (tiga akhiri); akhiri kekerasan perempuan dan anak, akhiri perdagangan manusia, dan akhiri kesenjangan ekonomi untuk perempuan.
’’Program itu merupakan aktifitas melibatkan aktivis, LSM, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan sebagainya, untuk sama-sama memberantas kekerasan perempuan dan anak di lingkungan masing-masing,” tambahnya.
Baca juga:
• Narasi Media soal Kekerasan Seksual Masih Sudutkan Perempuan
• Literasi Jalanan Dipelataran Kampus Minim Pembaca
Ketua LSM Daur Mala, Nurdewa Safar, menuturkan sejauh ini angka kekerasan perempuan di Maluku Utara capai 33 persen. Kebanyakan kekerasan itu dilakukan orang-orang terdekat, seperti keluarga, dan 5 persen di luar keluarga.
“saat ini P2TP2A. Sudah ada di 10 Kabupaten/Kota,” ujar Dewa, sapaan akrab Nurdewa yang juga Ketua Harian P2TP2A itu.
Kegiatan tersebut di mulai sekira pukul 15.00 WIT. Dihadiri oleh Dinas P3A dan dari Provinsi Maluku Utara , Hj. Masni, Tokoh Perempuan, kelompok Difabel, dan Muslimat NU, beserta sejumlah media.
Reporter: Hartaty
Editor: Ajun