Narasi Media soal Kekerasan Seksual Masih Sudutkan Perempuan

Seminar Nasional BEM Unkhair di ruang Aula Rektorat Unkhair Ternate, Sabtu (2/11/19). LPMKultura/Thaty

LPM Kultura -- Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Khairun (Unkhair) Ternate gelar Seminar Nasional, di ruang Aula gedung Rektorat Unkhair Ternate, pada Sabtu (2/11/19). Seminar ini bertajuk "Perempuan dalam Media dan Narasi". 

Membongkar kasus-kasus terkait kekerasan terhadap perempuan dan bagaimana media menarasikannya. Terutama kasus-kasus di Maluku Utara. Turut hadir jurnalis-jurnalis dan penulis ternama, misalnya Linda Christanty.

Seminar tersebut dihadiri oleh berbagai organisasi pergerakan di Maluku Utara, seperti Women's March, GAMHAS, Samurai, PMII, dan LPI Maluku Utara.

Kasus kekerasan seksual memang hingga kini masih sensitif dihadapan media, beberapa media arus utama juga sering menulis dengan judul dan narasi yang kerap menyudutkan korban kekerasan seksual.

 "Ada media yang belum sensitif memberitakan kasus kekerasan seperti menyudutkan korban, dengan cara memaparkan kejadian dan adegan yang gambalang," ujar Jurnalis juga penulis buku "Hikayat kebo: sehimpun laporan tentang orang-orang pinggiran", Linda Christanty pada kesempatan itu.

Menurutnya, itu satu hal yang dilakukan media dalam melakukan reproduksi terhadap kejahatan seksual. 

Ia menyebut sebagian media belum memahami  cara penulisan dalam jurnalistik. Hal itu, kata Linda, membuat korban semakin terpukul dan trauma. "Ditambah dengan wacana yang dibangun dapat melanggengkan kekerasan seksual yang makin marak," tambahnya.

"Dalam dunia menulis saya, kami sering diajarkan bagimana menuliskan narasi yang tidak menstriotipkan perempuan, sehingga tulisan kita tidak melanggengkan kekerasan," tutur sastrawati yang juga penerima penghargaan dari Kusala Sastra Khatulistiwa itu.

Disisi lain, Akademisi juga penulis, Abdullah Totona, dalam seminar itu, menururkan soal kekerasan seksual terhadap perempuan. 

Ia bilang  harusnya ada lembaga pisikolog yang membantu para korban. Agar psikis korban tidak terganggu pun pendampingan "sehingga korban tidak ditekan secara membabi buta, kalau itu tidak lakukan, maka korban akan merasa traumatik," ungkapnya.

Ia menyarankan agar korban didampingi, misalnya LSM seperti Perempuan dan Anak. Pula media harus memulihkan psikologi korban dan tidak menyampingkan [menyudutkan,red] korban kekerasan seksual.

Hal serupa juga disampaikan seorang Jurnalis Malut Post, Fachrul Marsaoly. Ia menekankan pada keseriusan dalam mengawal kasus kekerasan seksual dalam penulisan berita. 

"Sehingga dalam penulisan judul berita harus dituliskan 'semenarik' mungkin agar menarik publik untuk membaca," pungkasnya.

Reporter: Thaty
Editor: Ajun
Lebih baru Lebih lama