Gelar Panggung Protes di Kampus, Front Bumi Loko Ajak Mahasiswa Tolak 10 IUP di Mangoli


Poster tuntutan cabut 10 IUP di Pulau Mangoli pada gelaran panggung protes oleh front Bumi Loko. Foto: Sukriyanto Safar/ LPM Aspirasi.



LPM Aspirasi -- Sejumlah aktivis yang tergabung dalam front Bumi Loko Kota Ternate mengelar pangung protes pada Rabu (25/10/2023) di Taman Soe Hok Gie, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Khairun (Unkhair) Kampus II Gambesi, Ternate Selatan. 

Pangung protes ini berlangsung sekitar pukul 10.00 WIT. Mereka menggalang solidaritas mahasiswa dalam upaya menolak 10 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Pulau Mangoli, Kepulauan Sula, Maluku Utara. Upaya itu tertuang dalam spaduk bertuliskan “Negara Mengusir Masyarakat Pulau Mangoli Melalui 10 IUP”.

“Perampasan ruang hidup kian masif, termaksud melalui proyek strategis nasional yang digenjot pemerintah. Atas nama pembangunan nasional, rakyat dijadikan korban,” ungkap Rinaldi, kordinator front Bumi Loko Kota Ternate.


Front Bumi Loko saat menggelar panggung protes di taman Soe Hok Gie, Fakultas Ilmu Budaya Unkhair. Foto: Sukriyanto Safar/ LPM Aspirasi.


Tambang, menurut dia dapat memicu bencana alam macam tanah longsor, banjir, kerusakan hutan, dan pencemaran air laut. 

“Situasi itu yang kemudian akan diperhadapkan kepada masyarakat. Ini jelas berhaya untuk lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat di sana,” terangnya.

Ada 10 izin usaha pertambangan yang akan beroperasi di Pulau Mangoli, Kepulauan Sula. Empat dari 10 izin usaha sudah siap beroperasi, yakni PT. Aneka Mineral Utama dengan luas wilayah 22.535,1 hektar meliputi Kecamatan Mangoli Utara Timur, Kecamatan Mangoli Timur, dan Kecamatan Mangoli Tengah. 

PT. Wira Bahana Perkasa dengan luas konsesi 7,453,09, hektar meliputi Kecamatan Mangoli Tengah. Sementara PT. Wira Bahana Kilau Mandiri memiliki luas wilayah 4,463,73 hektar. Konsesi itu meliputi Kecamatan Mangoli Utara, Desa Modapuhi, Desa Trans Mudapuhi, dan Desa Saniahaya.

PT. Indo Mineral Indonesia memiliki luas wilayah 24,440,81 hektar meliputi Kecamatan Mangoli Selatan, dan Kecamatan Mangoli Barat.

Lukisan bumi hari ini juga terpampang di panggung protes Bumi Loko. Foto: Sukriyanto Safar/LPM Asprasi.


“Banyak warga Mangoli juga menolak perusahaan ini karena 10 IUP itu akan membawa dampak yang berimpas ke lingkungan mereka,” terang Rinaldi.

Dari situasi itu, kata Rinaldi mereka menggelar aksi-aksi penolakan. Begitu juga dengan pangung protes ini, sekaligus mengalang solidaritas untuk melawan 10 IUP yang masuk di Pulau Mangoli. 

“Kami membuat panggung protes ini untuk menggalang solidaritas di lingkungan kampus agar sama-sama memperjuangkan hak-hak masyarakat yang ada di Mangoli, salah satunya masyarakat Desa Kou,” tuturnya.

Rinaldi bilang, pangung protes ini juga terbuka untuk mahasiswa dari daerah lain yang ingin bersuara tentang masalah-masalah lingkungan ditempat mereka, tidak cuman soal Mangoli.

“Kegiatan ini menjadi ruang untuk teman-teman di Halmehara dan seluruh Indonesia untuk kita sama-sama menyuaran permasalahan yang terjadi,” tuturnya.  

Ronald, mahasiswa asal Papua yang turut hadir mengungkapkan kegiatan ini sangat demokratis karena membuka ruang seluas-luasnya. Sehingga dia dapat menceritakan situasi yang dialami masyarakat Papua.

“Misalnya rakyat Papua masih bisa berekpresi untuk menyampaikan situasi ril yang ada di Papua dan mengampanyekan tentang pelangaran HAM yang ada di Indonesia,” pungkasnya. 

Ia menambahkan, jika pelangaran HAM dan perampasan ruang hidup ialah penindasan stuktural dari negara terhadap rakyat. 

“Ada rakyat Papua dan Indonesia yang menderita di bawah kekuasan negara hari ini, misalnya pelangaran HAM, kerusakan lingkungan dan lain-lain,” ungkap mahasiswa Tekhnik Elektro itu.


Reporter: Sukriyanto Safar

Editor: Susi H. Bangsa

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama