Aksi Protes Menyoal Kecelakaan Kerja di Industri Nikel IWIP

 

Aksi protes di depan kediaman Gubernur Maluku Utara, Senin (28/6/2021)
Foto: Ajun/LPM Aspirasi.

LPM Aspirasi -- Kecelakaan kerja di perusahaan tambang di PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) beberapa waktu lalu menuai protes. Komite Solidaritas Korban Buruh PT IWIP, pada Senin (28/6/2021), mendatangi kediaman Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba, mendesak agar dia segera melakukan evaluasi kerja terhadap perusahaan nikel ini.

Mereka menilai, kecelakaan kerja marak terjadi sejak industri pengelola nikel untuk bahan baku kendaraan listrik di resmikan pada 2018. Namun, Gubernur tidak ada di gedung putih yang terletak di Jalan Ahmad Yani, Tanah Raja, Ternate Tengah. 

Aslan, Kordinator Aksi mengatakan, padahal kehadiran mereka penting terkait aduan kecelakaan kerja meledaknya zona A Smelter PT IWIP pada 15 Juni yang menewaskan dua orang buruh.

Bagi mereka, buruh sudah dieskploitasi tenaganya untuk kepentingan perusahaan, namun Alat Pelindung Diri (APD) yang aman tidak terjamin.

Akibatnya, ketika kecelakaan kerja terjadi buruh kerap menjadi korban, bahkan hingga harus meregang nyawa.

Dalam laporan sejumlah media, terdapat 20 orang jadi korban atas insiden itu. 6 orang mengalami luka serius  dan sisanya alami luka ringan. Atas peristiwa itu, 2 orang telah meninggal dunia setelah di rujuk dari Rumah Sakit Chasan Boesoeri ke RS Pertamina, Jakarta Selatan.

Aksi protes di depan kediaman Gubernur Maluku Utara,Senin (28/6/2021) Foto: Ajun/LPM Aspirasi.


Arif Yunus misalnya, warga Desa Tadupi, Kecamatan Oba Tengah, Kota Tidore Kepulauan itu  menghembuskan nafas terakhirnya di RS Pertamina, Jakarta Selatan, pada Minggu (20/06/2021) lalu. Ia menjadi salah satu korban dalam ledakan tungku pabrik (Smelter) zona A, PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) Lelilef, Halmahera Tengah.

Arif bukan satu-satunya yang menjadi korban, bukan pula yang pertama dan terakhir mengalami kecelakaan kerja di tambang mineral dan batu bara itu. Sehari setelah Arif Yunus dinyatakan meninggal dunia, tepatnya pada Senin (21/06/2021) malam, Rusfandi, warga asal Ngolo, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur juga  menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit yang sama.

Mereka berdua merupakan dua dari enam korban yang mengalami luka bakar di sekujur tubuh akibat ledakan di zona A Smelter IWIP pada Selasa, (15/06/2021). Keenam korban sempat dirawat di RSUD Chasan Boesoeri Ternate. 

Informasi di media meyebutkan nama-nama identitas keenam korban, diantaranya: Arif Yunus (36 tahun), Ismah Yudi (21 tahun), Rusfandi (25 tahun). Selain itu tiga lainya Wang Qiang (35 tahun), Fan Bro (32 tahun), dan satu korban lainnya (belum di ketahui identitasnya)  merupakan warga negara China.

Kecelakaan kerja di IWIP sudah sering terjadi, ini menunjukan perusahaan kerap lalai memenuhi Kesehatan dan Keselamatan kerja (K-3) yang berakibat buruh meninggal dunia saat kerja.

Solidaritas

Dalam keterangan Alsan, IWIP mengabaikan hak-hak normatif buruh yang sudah diatur dalam regulasi. Disisi yang lain, mereka melihat pihak perusahaan hanya menjadikan buruh sebagai korban dari kepentingan akumulasi modal perusahaan semata.

Aksi protes di depan kediaman Gubernur Maluku Utara,Senin (28/6/2021) Foto: Ajun/LPM Aspirasi.


Terkait beberapa kecelakaan kerja belakangan yang terjadi di PT. IWIP, Aslan memandang bahwa Buruh bekerja dengan waktu yang sangat panjang, mati-matian untuk kepentingan profit (laba) perusahaan, namun keselamatan kerja tidak diperhatikan. "bahkan pemerintah provinsi dan jajarannya lalai atau tidak pernah melakukan kontrol dan penegasan untuk memperhatikan keselamatan kerja buruh di PT. IWIP," ujar Aslan, Kordinator Aksi.

Selain itu, kata Aslan, Alat Pelindung Diri ( APD ) yang digunakan buruh tidak layak digunakan, sehingga peristiwa ledakan Smelter A kemarin mengakibatkan buruh terbakar hampir sekujur tubuh.

Minimnya Demokrasi Buruh PT IWIP

Aslan bilang, terkait pembungkaman demokrasi yang sering terjadi di perusahaan IWIP, mereka  menemukan beberapa pembuktian riil di lapangan, seperti yang termuat dalam surat edaran (memorendum) yang dikeluarkan oleh perusahaan saat 1 Mei 2021. 

"Salah satu poinnya buruh diharuskan bekerja pada saat hari libur resmi, untuk itu pihak perusahaan telah membuat MoU secara sepihak."

Buruh juga kerap mendapatkan ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ketika berani menyuarakan eksploitasi yang dilakukan oleh pihak perusahaan.

Aksi protes di depan kediaman Gubernur Maluku Utara, Senin (28/6/2021) Foto: Ajun/LPM Aspirasi.


Tak cuman itu, mobilisasi militer yang ditandai dengan pembangunan mako Brimob, pos Tentara dan kekuatan militer lainnya, menjadi bukti bahwa seluruh kekuatan negara dikerahkan untuk mengamankan kepentingan pihak perusahaan PT. IWIP. 

"Alhasil jika buruh berani melakukan protes besar-besaran maka akan diperhadapkan dengan pengaman modal," tambah Aslan.

Padahal kebebasan berserikat, mogok kerja dan berpendapat sudah diatur dalam konstitusi dan regulasi lainnya. Seperti Undang-Undang dasar 1945 pasal 28 H. Undang-undang no 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Berserikat, dan Berkumpul mengeluarkan Pikiran dengan Lisan Maupun Tulisan, Bab III Hak dan Kewajiban. Pasal 5 huruf a, dan b. Lalu Undang- undang No 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan pasal 137, pasal 138 ayat 1 dan 2. Undang-undang No 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja Bab III pembentukan pasal 5 ayat 1.

Bagi Aslan serikat buruh dibawah kontrol perusahaan yakni Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) hanya menjadi benalu dianggotanya. 

"Artinya, setiap problem yang dihadapi parah buruh, SPSI malah memilih diam dan tuli ketika berhadapan dengan pihak perusahaan."

Tuntutan

Dalam keterangan resmi komite aksi, mereka mendesak agar buruh di PT IWIP dipenuhi K3 dalam bekerja. Mereka juga menuntut agar stop kriminalisasi gerakan rakyat dan buka ruang demokrasi seluas-seluasnya bagi buruh untuk berserikat di dalam perusahaan.

Reporter: Darman

Editor: Susi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama