Kala Warga Sambiki, Obi, Menolak Hadirnya Perusahaan Tambang

Ilustrasi gambar: Okezone

lpmkultura.com -- Warga Desa Sambiki, Pulau Obi, Halmahera Selatan kini diselimuti ketegangan. Setelah sebagian besar pulau Obi sudah di kapling industri ekstraktif, perkampungan dengan komoditas unggulan cengkeh ini tak bisa hidup tenang. 

Pada 26 Januari lalu mereka ramai-ramai turun ke jalan. Memenuhi seisi ruas jalan di desa sebagai protes terhadap perusahaan PT. Amazing Tabara. Salah satu perusahaan yang bakal memproduksi emas dengan konsesi seluas 4.655 hektare.

Selasa siang itu, mulai dari anak-anak, pemuda, perempuan, mama-mama, pemerintah desa, hingga lansia sekaligus deklarasi dengan tekad menolak tegas hadirnya perusahaan yang sudah memiliki izin melalui SK Gubernur Maluku Utara Nomor: 52/7/DPMPTSP/XI/2018. 

Ukuran penolakan mereka jelas. Warga tidak mau basis produksi pertanian dan hasil tangkapan nelayan diobok-obok industri kotor. Karena bagi warga, hidup dengan komoditas pangan demikian sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Warga Desa Sambiki, Pulau Obi, Halmahera Selatan, protes menolak hadirnya PT. Amazing Tabara, pada 26 Januari 2021 (Foto/Istimewa)

Salah seorang mahasiswa dan juga warga Obi, Risko Lacapa, kemarin saat diskusi dan nobar dokumenter Sexy Killer's mengatakan warga tengah khawatir nasib mereka bakal sama dengan daerah lain. Terutama mereka takut sama halnya yang terjadi di Desa Kawasi yang diusir oleh PT. Harita Group.

"Bahkan dengan hasil [pertanian dan nelayan] yang didapatkan warga per-tahun mampu mencetak kurang lebih 13 orang berangkat ke Mekkah dan kebutuhan hidup," ujar lelaki yang menjadi koordinator Front Perjuangan Rakyat Obi (FPRO), sebuah aliansi yang dibentuk untuk mengawal aspirasi warga di Pulau Obi. "Sehingga mereka [warga] tidak membutuhkan kehadiran perusahaan tambang." 

Bagi Risko, industri pertambangan apapun yang ada di Indonesia tidak punya itikad baik dan tidak bisa mensejahterakan warga. Justru sebaliknya, menyengsarakan.

PT. Amazing Tabara sebetulnya sudah memiliki izin eksplorasi sejak tahun 2011. Ketika itu Bupati Halmahera Selatan dijabat oleh Muhammad Kasuba. Namun, menurut hasil kajian Front Perjuangan Rakyat Obi (FPRO) disebutkan izin itu tanpa sosialisasi dengan warga sekitar areal konsesi.

Hal itu kata Risko, justru bertentangan dengan Undang-Undang Minerba No. 4 Tahun 2009 (sebelum diubah jadi No. 3 tahun 2020) dan perusahaan melakukan pelanggaran administrasi pada pasal 135 dan 136 tentang Tata Cara Pemberian Perizinan.
 
Dalam keterangan tertulis, FPRO menyatakan hadirnya tambang bakal merusak pranata sosial-kultur dan ekologi warga di dua desa; Sambiki dan Anggi dan sekitarnya. Juga bertentangan dengan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia diantaranya; hak untuk hidup; hak memperoleh keadilan; hak hidup tentram dan bahagia, dan; hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat dan baik. Termasuk dua produk undang-undang lainnya, yakni; UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 dan UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.

Mahasiswa dan warga yang tergabung dalam FPRO sudah berulang kali melakukam aksi unjuk rasa di instansi terkait. Pada 18 Januari lalu mereka datangi kantor Gubernur Maluku Utara, Dinas Lingkungan Hidup Maluku Utara, dan Dinas Kelautan dan Perikanan di Sofifi, Ibukota Provinsi Maluku Utara.

Protes itu mendesak agar produk izin tambang terutama PT. Amazing Tabara dicabut dan juga mendesak dicabutnya izin usaha pemanfaatan ruang laut kepulauan Obi sebagai tempat pembuangan limbah tailing.

Pada awal Februari, sudah ada dugaan kuat juga terkait desas-desus perekrutan buruh PT. Amazing Tabara. Perekrutan menurut Risko dibutuhkan buruh kasar guna membersihkan lahan penyediaan pendaratan alat berat yang rencananta dilakukan pada 27 Februari.

Upiawan Umar, koordiantor Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), dalam kesempatan diskusi sekaligus konferensi pers di Sekret mahasiswa pulau Obi, menyatakan PT. Amazing Tabara bakal membawa bencana ekologi dan sosial yang cukup besar.

"Warga juga akan terusir dari perkebunan dan tangkapan lautnya, seperti yang dialami warga Kawasi oleh PT. Harita Group bila tidak melawan dari sekarang," ujar Upiawan pasca sesi Nobar Sabtu malam.

Penambangan kawasan kata dia, akan merusak beragam sumber hidup dan tumbuhnya komoditas pertanian. Alih fungsi lahan besar-besaran, rusaknya hutan, hilang dan tercemarnya sumber-sumber air, hingga terusir tak terelakkan terjadi.

Warga dan mahasiswa saat ini lanjutnya, konsisten melawan dan menolak kehadiran PT. Amazing Tabara dengan berbagai cara.

Reporter: Ali dan Darman
Editor: Ajun


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama