Kebijakan SPI Unkhair di Tengah Pandemi: Mahasiswa Dilema, Kecewa Hingga Putus Kuliah

Ilustrasi kampus Unkhair


lpmkultura.com
-- Novita Alvi, memutuskan tidak lagi melanjutkan perkuliahan setelah lolos jalur Seleksi Masuk Mandiri (SMM) Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Universitas Khairun, pada Kamis (17/9/2020) kemarin. Alasannya adalah biaya Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) yang baru diterapkan kampus negeri itu bikin dia putus asa. Apalagi, kedua orang tuanya sudah meninggal beberapa tahun lalu.

Novi, sapaan akrab calon mahasiswa yang lolos di program studi PG PAUD Fakultuas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, mendapat tagihan Uang Kuliah Tunggal (UKT) Rp.1.640.000 dan tarif SPI sebesar Rp.3.000.000. Jumlah keseluruhan Rp.4.640.000. Sementara, lanjut Novi, pendapatan kakaknya yang hanya sebagai buruh kasar penganggut pasir tak mungkin cukup memenuhi tagihan sebanyak itu. 

"Belum lagi tanggungan adik saya yang masih sekolah. Hal ini membuat saya berhenti kuliah di kampus Universitas Khairun," ujar perempuan asal Sanana, Kabupaten Kepulauan Sula ini, kepada kami pada Sabtu (19/9/2020).

Hasil kerja kakaknya per bulan tidak menentu. Kadang hanya 300 ribu rupiah, bahkan lebih kecil dari itu, 100 ribu rupiah. Belum juga kebutuhan ekonomi sehari-hari, sekolah adiknya, dan lainnya. Kedua orang tuanya wafat sejak dia masih dijenjang sekolah. Ayahnya lebih dulu wafat saat Novi masih kelas 2 SMP dan ibunya tiada kala Novi kelas 2 SMA.

Biaya UKT dan SPI sebesar itu, bagi anak yatim piatu ini tak bakal ia penuhi. Semacam 'batu sandungan'. Ia resah. "Saya secara pribadi yang mau berpendidikan namun di batasi dengan kebijakan yang seperti ini."

"Kaka merasa masa depan saya [akan] hancur karena tidak melanjutkan kuliah."

Unkhair pertama kali memberlakukan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) kepada mahasiswa baru tahun 2020 dengan melalui SK Rektor Universitas Khairun nomor 215 Tahun 2020 yang telah diganti dengan SK Rektor Nomor 231 UN44/KU.10/2020 tentang Penetapan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) (salinan SK--PDF atau anda bisa baca penjelasannya disini).

Aturan itu merujuk pada UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (PT), Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 25 tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada PTN di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan--sebelumnya Permenristekdikti Nomor 39 Tahun 2017.

Rincian tagihan UKT dan SPI berdasarkan kategori dalam kebijakan baru ini belum kami dapatkan secara keseluruhan. Alias tidak terpublikasi di laman resmi kampus. Yang kami sebutkan disini hanya hasil dari tangkapan layar calon mahasiswa baru yang mengakses menggunakan akun resmi dari kampus dan tersebar di media sosial. Mulai dari kategori dua (K2) sampai kategori enam (K6). Jumlahnya beragam, dari standar 3 jutaan sampai 15 juta di level K6.

Jumlah mahasiswa yang lolos ikut selesai jalur SMMPTN atau mandiri berdasarkan pengumuman (PDF-arsip) pada 17 September 2020 sebanyak 309 orang. Mahasiwa yang mau mengajukan data UKT terhitung sejak 17 s/d 20 September hari ini.

Sementara, dalam keterangan resmi di laman unkhair.ac.id, disebutkan "Besaran iuran pengembangan institusi sebagai pungutan dan/atau pungutan lain ditentukan berdasarkan prinsip kewajaran, proporsional, dan berkeadilan dengan memperhatikan kemampuan ekonomi Mahasiswa, orang tua Mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya." 

Walau calon mahasiswa dapat mengajukan "permohonan penundaan, cicilan ataupun penurunan biaya pendidikan (UKT dan SPI)", namun sebagian mahasiswa dan orang tua wali sangat merasa terbebani di tengah keterpurukan ekonomi akibat wabah pandemi COVID-19. 

Julanti A. Sangaji merasa terpuruk. Ia juga seorang anak yatim piatu. Walau mendapat tanggungan UKT di kategori satu (K1), namun biaya SPI membuatnya keberatan. Julianti lolos sebagai calon mahasiswa Teknik Sipil Fakultas Teknik. Sama halnya Novi--kebutuhan keluarga dan biaya sekolah-kuliah saudara-saudaranya ditanggung kakak mereka.

Anak kedua dari lima bersaudara asal Desa Koititi, Gane Barat, Halmahera Selatan, itu sebenarnya ingin kuliah sambil bekerja jika impian masuk PTN tak tersendat biaya, supaya bisa membiayai kebutuhan kuliah secara mandiri tak berguntung kepada kakaknya--juga bisa membiayai adik-adiknya.

"Dengan uang kuliah saya yang sekarang apakah saya mampu untuk mendapatkan uang sebanyak itu? Kan tdak mungkin."

Julianti pernah ikut jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) namun tak lolos. Impian masuk kala itu berharap mendapatkan beasiswa Bidikmisi karena dia salah satu peserta yang memiliki Kartu Indonesia Pintar (KPI) dari desa.

Wiwin Sangaji termasuk yang terjegal dengan biaya yang dikatakan "untuk meningkatkan kualitas pelayanan di lingkungan kampus dan menunjang penyelenggaraan kegiatan kampus" ini. 

Calon mahasiswa yang lolos masuk program studi Teknik Sipil Fakultas Teknik itu bahkan merasa tarif masuk PTN menjadi "petaka" baginya. "Saya rasa mau bunuh diri sudah, dengan UKT dan SPI semahal ini," akunya, "ini semacam pembawa "petaka". Orang tua me su baku marah mengenai dengan sumbangan ini (SPI), kong saya me tamba stress."

Perempuan asal Tabadamai, Jailolo, Halmahera Barat itu memang ditetapkan dalam kategori 4 (K 4) dengan nominal Rp. 1945.500, dengan tambahan sumbangan ke institusi kampus sebesar Rp. 6.000.000, sehingga total tagihan secara keseluruhan yang harus dibayar sebanyak Rp. 7.945.500.

"Saya dengan hati yang tulus saya bilang di orang tua; mama, papa kalau tidak sanggup, saya berhenti dulu kuliah," tuturnya. Kedua orang tua Wiwin memang hanya sebagai petani. Pendapatan mereka yang tak seberapa  dengan tenggang waktu bulan September ini tak mungkin segera terpenuhi.

Kebijakan Merugikan Mahsiswa 

Sejak kebijakan SPI ini diterapkan, per 18 September kemarin hingga sekarang, media sosial masih ramai meletupkan amarah. Mengeluhkan biaya UKT dan SPI yang naik drastis bagi mahasiswa yang ikut jalur Mandiri di PTN yang sudah berstatus BLU (Badan Layanan Umum) ini.

Bahkan kebijakan ini dianggap gegabah karena tanpa sosialisasi terlebih dahulu kepada mahasiswa. Ardian Kader, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Keguruan Unkhair, mengaku kaget lantaran informasi biaya SPI tersebut baru pertama kali ia ketahui.

"Kami juga kaget bahwa ada biaya SPI untuk mahasiswa baru. Informasi ini baru kami tahu secara serentak tadi pagi," ujarnya mengutip LPM Mantra, Jumat (18/9/2020).

Pihaknya pun mencari infornasi dan sudah mengantongi beberapa nama yang tak menyanggupi tagihan biaya kuliah. "Bagi torang (kami), bukan saja persoalan ini [biaya SPI], tapi kebijakan yang mengatasnamakan Kemendikbud di masa pandemi sungguh merugikan mahasiswa," katanya.

Bagi dia, keputusan yang diambil Perguruan Tinggi tanpa memikirkan latar belakang mahasiswa yang notabene kebanyangkan berasal dari petani, nelayan dan buruh tani. Apalagi, di Maluku Utata sendiri harga kelapa dalam (kopra), cengkih dan beberapa lain sedang anjlok.


Reporter: Amran & Fahdi

Editor: Ajun

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama