Aksi Protes Mahasiswa dan Buruh di Ternate Tolak Omnibus Law Cipta Kerja

Aksi protes depan gedung DPRD Ternate menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang kini sudah rampung jadi UU, Selasa (6/10/2020). FOTO: Ajun/LPM Kultura


lpmkultura.com -- Pasca Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja jadi Undang-Undang pada Senin sore kemarin, Komite Aksi Bersama di Ternate lancarkan aksi protes, pada Selasa (6/10/2020) dengan mendesak cabut UU sapu jagat itu dengan menyerukan #MosiTidakPercaya kepada DPR-RI & Pemerintahan.


Aksi yang dilancarkan di depan gedung DPRD Kota Ternate sejak pukul 10.23, ini diikuti oleh hampir ratusan massa yang terdiri dari berbagai organisasi; mahasiswa, pemuda nadhylin, petani, buruh, dan perempuan.


Mereka menilai pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja sangat melukai hari rakyat Indonesia. Implikasi pengesahan UU yang kerap di protes gerakan rakyat dan masyarakat sipil ini menyasar berbagai sektor. Terutama kelompok rentan yang kerap diintimidasi dan dikriminalisasi seperti buruh, petani, masyarakat adat, aktivis pergerakan, dan yang loyal menyuarakan keadilan dan lingkungan.


"Omnibus Law Cipta Kerja merupakan kepastian hukum untuk melancarkan keuntungan bagi pemodal Indonesia dan Internasional atau dengan kata lain konsolidasi menguatkan kelas penindas," terang Koordiantor Aksi Ahmad Ridwan Laha, seperti dalam keterangan tertulis yang didapatkan saat aksi. 


Mereka juga mencatat, sebelum Omnibus Law ini disahkan, sudah ada sekitar 7 juta buruh yang di-PHK di tengah COVID-19. Diikuti perampasan terhadap tanah petani, masyarakat adat, dan banyak yang tidak mendapatkan pekerjaan.

Aksi protes depan gedung DPRD Ternate menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang kini sudah rampung jadi UU. Massa membentang poster dan spanduk. Menyerukan #MosiTidakPercaya terhadap DPR-RI & Pemerintah, Selasa (6/10/2020). FOTO: Amran/LPM Kultura


"Bahkan kita tau secara bersama sebelum UU Omnibus Law Cipta Kerja disahkan, di Provinsi Maluku Utara sudah disiapkan 313 izin usaha pertambangan," terang Ridwan Laha.


Disektor buruh, tambahnya telah terjadi perampasan upah, kriminalisasi terhadap buruh yang memprotes kondisi kerja di PT. IWIP, pengusiran terhadap warga lingkar tambang di Obi, dan daerah-daerah lain.


Aksi tadi juga tampak sejumlah buruh di salah satu hotel di Ternate yang turun aksi. Mereka adalah korban dirumahkan akibat COVID-19 sejak maret lalu. Sebagian dari belum mendapat kepastian kerja. Bahkan, ada diantaranya yang sudah bekerja sekira 3 sampai 5 tahun namun belum jadi karyawan tetap atau PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu). 


"Kami sangat dirugikan saat ini, apalagi sampai Omnibus Law disahkan. Tidak ada Omnibus Law saja nasib kami tercerabut, apalagi sampai sudah sah begini. Nasib kita tambah hancur," ujar salah seorang buruh di Ternate saat orasi di depan kantor DPRD Ternate siang tadi.


Dalam amatan di lapangan, massa aksi menyerukan yel-yel "DPR bodok". Aspirasi ini bentuk ketidakpercayaan rakyat terhadap DPR-RI dan pemerintahan rezim Jokowi yang dinilai membawa petaka.


Komite aksi yang terhimpun puluhan organisasi pergerakan ini bakal melakukan konsolidasi kembali dengan kekuatan yang lebih besar. 


Menurut Ridwan Laha, konsolidasi itu akan melibatkan partisipatif gerakan rakyat dan organisasi gerakan mahasiswa secara nasional untuk aksi mogok serentak.


Aksi berjalan dengan lancar hingga sekira 02.00 massa aksi membubarkan diri dengan tertib. 


Reporter: Amran & Fahdi AR

Editor: Ajun

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama