Pers Mahasiswa Ternate Kecam Kriminalisasi Terhadap Jurnalis Nurkholis

Foto Save Jurnalis: Darman Lasaidi/LPM Aspirasi


LPM Aspirasi -- Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Karteker Kota Ternate, mengecam kriminalisasi terhadap jurnalis Nurkholis Lamaau, redaktur Cermat partner resmi Kumparan. 

Intimidasi dan kekerasan yang dialami korban berhubungan dengan salah satu karya jurnalistik Nurcholis berjudul “Hirup Batu Bara Dapat Pahala” yang diterbitkan di media online Cermat.id, pada Selasa (31/8/2022). Tulisan itu kemudian diturunkan karena Nurkholis diintimidasi.

Tulisan itu memuat potongan pernyataan Muhammad Sinen, Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan, dalam live steaming facebook saat beri sambutan pembukaan Turnamen Domino di Kelurahan Rum Balaibunga, Kota Tidore Kepulauan. Muhammad Sinen menyebut warga yang menghirup debu akan mendapat pahala.

Kriminalisasi terhadap jurnalis Nurkholis terjadi pada Rabu (31/8) dini hari. Usman Sinen, adik kandung Wakil Wali Kota Tidore datang ke rumah mertua Nurkholis. Dia meminta korban hapus tulisan karena mengganggu kepentingan Ayah [sapaan akrab Muhammad Sinen] pada pemilu 2024 mendatang.

Sehari setelahnya, penganiayaan terjadi pukul 09.15 WIT. Ariyanto, Ponakan wakil walikota datang ke rumah korban dan melakukan pemukulan sebanyak dua kali di kepala bagian belakang.

Bersama istrinya, korban lalu melapor ke SPKT Polres Kota Tidore Kepulauan. Korban malah mendapat tindakan kekerasan. Wajah korban diremas Muhammad Sinen.

Menyikapi hal tersebut, PPMI Karteker Ternate menilai tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis dalam menjalankan tugas-tugasnya telah melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Dalam Pasal 4 menjelaskan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.

Nurkholis Lamaau, Redaktur Cermat. Sumber: banthayo.com


Ekasyahyu A Sumadayo, Ketua PPMI Karteker Ternate mengatakan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 telah mengatur jurnalis bertugas sebagai pemberi informasi, edukasi, hiburan serta kontrol sosial. Jadi wajar kalau masyarakat harus mengetahui hasil yang dikerjaan pejabat publik.

“Pers memilik tanggung jawab dan peran semacam wachdog untuk mengkiritisi dan memberi pengetahuan kepada publik. Dan itu dijamin,” ungkap Eka, sapaan akrabnya.

Menurut Eka, seharus masyarakat, pejabat maupun kepolisian menghargai dan bahkan mengapresiasi apa yang dilakukan Nurkholis. Hal itu karena korban telah menjalankan tugasnya dengan baik sebagaimana perintah undang-undang.

“Kami meminta masyarakat, Pejabat maupun aparat negara menghargai tugas jurnalistik oleh jurnalis. Khususnya jurnalis perempuan yang rentan mendapat kekerasan dan kekerasan seksual,” kata pimpinan UKM Jurnalistik Universitas Muhammadiyah Maluku Utara itu.

PPMI, kata dia, mengecam upaya kuasa hukum untuk kriminalisasi korban. “Aneh kalau ada upaya mengkriminalisasi Nurkholis. Itu mengartikan pejabat anti kritik padahal pejabat seharusnya menerima kritik sebagai upaya membangun ke arah yang lebih baik,” tutur Eka.

Eka bilang, berdasarkan Pasal 18, sanksi terhadap pelaku disebutkan siapa saja yang dengan sengaja melakukan tindakan yang mengakibatkan terhambatnya kemerdekaan pers “dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta”.

Bersama teman-teman pers mahasiswanya mendesak polisi mendalami aktor intelektual perbuatan melanggar hukun itu. Ia tegaskan tindakan itu terbukti melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Selain itu, Eka mengajak masyarakat untuk bersolidaritas mendukung upaya hukum Nurkholis. Baginya keadilan harus ditegakan.

“Kami mengajak teman-teman bersolidaritas baik moril maupun materil untuk meringankan upaya hukum Nurkholis. Karena sekecil-kecilnya perjuangan melawan ketidak adilan adalah bersolidaritas,” tegas Eka.


Reporter: Darman Lasaidi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama