Mahasiswa Papua di Ternate Demo: DOB dan Otsus Ancaman Bagi OAP dan Pintu Masuk Pemodal

Massa aksi PRP Sekber Kota Ternate, Jumat (29/7/2022) Foto: Darman Lasaidi/LPM Aspirasi.


LPM Aspirasi – Belasan mahasiswa asal Papua di Kota Ternate, Maluku Utara menggelar aksi pada, jumat (29/7/2022) di depan Pasar Barito, Gamalama, Ternate Tengah. Massa yang mengatasnamakan Petisi Rakyat Papua (PRP) Sekertariat Bersama (Sekber) Kota Ternate itu, mendesak cabut Otonomi khusus, menolak Daerah Otonomi Baru (DOB) dan mendesak agar digelarnya Referendum di Papua.

Menurut mereka, proses pembahasan dan pengesahan Rancangan undang –undang (RUU) tentang DOB maupun Otonomi Khusus (Otsus) Papua Jilid II tidak libatkan rakyat Papua, juga Majelis Rakyat Papua (MRP) serta diambil sepihak oleh Jakarta [Pemerintah Indonesia].

Ronaldo Kinho, Koordinator PRP Sekber Ternate mengatakan, produk UU itu bagian dari penjajahan bagi orang Papua. Sehingga pembahasan RUU tentang DOB sebelumnya disepakati secara sepihak. 

“Manfaatnya untuk mempertahankan kekuasaan penjajahan Indonesia di tanah Papua, sehingga kami bersikeras menolak DOB dan Otsus,” ungkapnya.

Menurut Ronaldo, rakyat Papua berkali-kali merespon kebijakan sepihak ‘kolonialisime’ Indonesia dengan aksi demonstrasi besar-besaran, baik di Papua yang berujung jatuhnya korban jiwa,  maupun di luar Papua yang juga tak luput dari represifitas aparat.

“Namun sayangnya, sampai hari ini Presiden Jokowi dan pemerintah Indonesia belum juga terbitkan Perpu [Peraturan Presiden] untuk batalkan undang-undang tersebut. Persoalan ini isyaratkan sah di mata hukum,” jelasnya.

Pasalnya, RUU daerah otonomi baru provinsi Papua telah disahkan pada 30 juni 2022 lalu melalui Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Menurut Ronaldo,  jika lihat mekanisme hukum di Indonesia, setelah kebijakan disahkan dan jika selama 30 hari belum ada Perpu pembatalan yang di keluarkan maka otomatis dinyatakan Sah.

Poster tuntutan PRP Sekber Kota Ternate, Jumat (29/7/2022) Foto: Darman Lasaidi/LPM Aspirasi.


Otsus dan DOB ancaman untuk OAP

Berdasarkan pasal 76 UU nomor 2 Tahun 2021 tentang otonomi khusus bagi provinsi Papua [perubahan atas UU nomor 21 tahun 2001] tiga provinsi yang akan dimekarkan ialah; Provinsi Papua Tengah, dengan Ibukota Nabire, Provinsi Papua Selatan, Ibu kotanya Merauke, dan Provinsi Papua Pegunungan, Ibukotanya Jayawijaya. Sementara perubahan Papua Barat daya di Sorong.

“Lantas rakyat Papua dengan sadar menolak Otsus, Sebab diberikan pemerintah Indonesia untuk meredam gerakan rakyat Papua menuntut penentuan nasib sendiri pada masa lalu, dan kini kebijakan itu untuk merampas dan mengeruk alam Papua,” ungkap Ronaldo sebagaimana yang tertera juga dalam sikap tertulis.

Keberadaan Otsus Papua Jilid II, bagi Ronaldo, merupakan langkah mempermudah proses pemekaran Provinsi, serta perluas Kota atau Kabupaten, Distrik, dan seterusnya. Hal ini dinilai dapat mengakibatkan terjadi polarisasi. 

Apalagi saat ini, dinamika demokrasi dalam kehidupan di Papua sudah sangat jauh bergeser ke politik Identitas berdasarkan warna kulit, gunung, pantai, suku, marga, hingga kelompok berdasarkan kepentingan. Dengan adanya DOB, justru persaingan makin masif dari kondisi sebelumnya. 

“Nasib orang Papua yang jumlah populasinya sangat sedikit dari non-Papua di Papua akan diperhadapkan dengan konflik yang nantinya melahirkan perpecahan,” tandas Ronaldo.

Disisi lain, realita keberadaan orang Papua sangat jauh dari kata sejahtera, gizi buruk meningkat, buta huruf dan buta aksara paling tinggi di wilayah penghasil emas dan migas paling banyak di Indonesia itu. Kemudian kemiskinan juga paling tinggi. 

Ironisnya, kata Ronaldo, Kabupaten Timika merupakan contoh salah satu kota termiskin di Papua. Hal ini dinilai kontras karena PT. Freeport berada di sana. 

“Masih banyak lagi persoalan-persoalan di berbagai sektor, dan itu tidak mampu dituntaskan,” ungkap mahasiswa asal Papua itu.

Marginalisasi juga dialami orang Papua. Kata Ronaldo, Jumlah yang sedikit dan problem minimnya tenaga produktif orang Papua untuk mengisi lini kehidupan di daerah pemekaran dapat berakibat pada lambatnya perkembangan, satu-satunya cara akan diisi oleh non-Papua.

“Ini akan singkirkan orang Papua!”  tegas Ronaldo saat ditemui Lpm Aspirasi usai demo.

Massa Aksi PRP Sekber Kota Ternate, Jumat (29/7/2022) Foto: Darman Lasaidi/LPM Aspirasi.


DOB dan Otsus Pintu Masuk Pemodal dan Ancaman Pelanggaran HAM

“Pemekaran akan membuka penambahan markas TNI dan Polri di Papua, sebab pemerintah Indonesia masih menggunakan pendekatan militeristik di Papua sampai saat ini,” ungkap Jenof, salah satu massa aksi asal Papua.

Dia bilang, sepanjang tahun 1962-2004, paling sedikit 500 ribu jiwa rakyat Papua meninggal dalam 15 kali rentetan operasi militer dalam skala besar. Kemudian dalam empat tahun terakhir operasi militer terjadi dibeberapa daerah. 2019-2020 Operasi Militer pecah di Nduga, selanjutnya di Puncak Jaya, Intan Jaya, Yahukimo, Kiriwok, dan di Aifat, Sorong. 


“Operasi militer macan itu, akan beri dampak yang merugikan dan kehilangan bagi warga sipil. Baik pengungsian, Teror, pelanggaran HAM, kehilangan rumah, ternak, kebun serta harta benda lainya,” lanjutnya. 

Saat ini, Papua merupakan daerah dengan angka kematiannya paling tinggi, selain karena mati dibunuh aparat, pun juga permasalahan lain macam gizi buruk, penyakit, tabrak lari, rentetan musim kelaparan dan permaslahan lainnya.

Sementara Ridwan Lipantara, massa aksi non-Papua bilang, pemekaran hanya akan untungkan pemodal. Pasalnya akan ada pembangunan jalan, infrastruktur kota, serta aset vital lainnya; seperti pembangunan pelabuhan, bandara Udara, jalan trans, pembukaan dusun-dusun yang dianggap daerah terisolasi. 

“Syarat-syarat ini sangat dibutuhkan penguasa dan pengusaha untuk dukung percepatan proses angkut barang mentah di Papua untuk memajukan proses produksi barang jadi milik Kapital Internasional,” ungkapnya.

Dalam sejarah rakyat Papua, kata dia, akses modal terutama Freeport Mc Moran lah yang jadi semangat pencaplokan Papua ke dalam NKRI secara paksa. Peristiwa pemaksaan ini menjadi akar masalah sejarah masa lalu bagi orang Papua. Hal ini mesti diselesaikan. 

“Perpanjangan Otsus Papua Jilid II dan Pemekaran Provinsi (DOB) tidak akan pernah menyelesaikan seluruh persoalan rakyat Papua,” tegas Ridwan.

Poster tuntutan PRP Sekber Kota Ternate, Jumat (29/7/2022) Foto: Darman Lasaidi/LPM Aspirasi.


Tuntutan PRP Sekber Kota Ternate

Dari berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat Papua, maka Petisi Rakyat Papua Sekertariat Bersama Kota Ternate mendesak;

1. Cabut UU Otonomi Khusus Jilid II

2. Segera hentikan upaya Pemekaran Provinsi di Wilayah West Papua.

3. Elit Papua Stop Mengatasnamakan Rakyat Papua untuk kepentingan kekuasaan.

4. Buka akses jurnalis seluas-luasnya di West Papua.

5. Tarik militer organik dan non-organik dari West Papua.

6. Stop Perampasan Tanah Adat serta stop kriminalisasi masyarakat adat di West Papua.

7. Tutup Bandara Antariksa di Biak West Papua.

8. Bebaskan tahanan politik West Papua tanpa syarat.

9. Tolak pengembangan Blok Wabu dan tutup semua perusahaan nasional juga multinasional diseluruh Wilayah West Papua.

10. Tangkap, adili, dan penjarakan jenderal-jenderal pelanggar HAM

11. Hentikan rasisme dan tangkap pelaku politik rasial.

12. Hentikan operasi militer di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, Pegunungan Bintang, Maybrat, dan Seluruh Wilayah West Papua lainnya.

13. PBB harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam proses menentukan nasib sendiri, pelurusan sejarah, dan penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi terhadap bangsa West Papua.

14. Mendesak Rezim Jokowi-Mahruf untuk memberikan akses seluas-luasnya kepada Komisi HAM PBB untuk meninjau situasi HAM di West Papua secara langsung.

15. Jaminan kebebasan informasi, berekspresi, berorganisasi dan berpendapat bagi bangsa West Papua.

16. Kami mendukung perjuangan rakyat Wadas dan Jomboran melawan Tambang yang merugikan.

17. Kami mendukung perjuangan rakyat Indonesia menolak Omnibus Law dan Sahkan RUU PKS tanpa dipreteli.

18. Menolak RUU KUHP

19. Hentikan Perampasan Tanah Milik Masyarakat Adat Tambrauw oleh Perusahaan PT.Nuansa Lestari Sejahtera dan Tutup Semua Perusahaan Sawit yang beroperasi di seluruh Tanah Papua.

20. Bupati Kabupaten Jayapura, Mathius Awoitauw dan Gubernur Papua, Lukas Enembe segerah mencabut Izin Operasi Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit, PT.Permata Nusa Mandiri diatas adat milik masyarakat Adat Grime Nawa di Kabupaten Jayapura.

21. Stop Militerisasi Kampus; Rektor Universitas Cendrawasih, Apolo Safanpo segera Hentikan MOU dengan KOREM 172/PWY, Gratiskan biaya pendidikan dan Aktifkan perkuliahan tatap muka (offline).

22. DPRP Segera Gelar sidang paripurna “Cabut Otsus dan DOB”.

23. Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri sebagai Solusi Demokratis bagi Bangsa West Papua.


Reporter: Darman dan Susi H Bangsa

Editor: Darman Lasaidi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama